Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang suap sebanyak Rp2,8 miliar yang diterima calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun untuk membiayai dana kampanye. Salah satunya untuk dibagikan ke masyarakat.
"Dari awal ada komunikasi mengenai penukaran uang ke dalam pecahan lima puluh ribu. Predikasi penyelidik, uang itu disiapkan untuk dibagikan kepada masyarakat," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pada media di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 9 Maret 2018.
Menurut Basaria, saat ditemukan uang itu disimpan dalam kardus ukuran besar. Uang itu diduga kuat pemberian dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah kepada putranya Adriatma Dwi Putra yang menjabat sebagai Wali Kota Kendari.
KPK menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) dan sang ayah Asrun, yang merupakan calon Gubernur Sulawesi Utara sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018.
Selain keduanya, penyidik juga menetapkan dua orang dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah dan Mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Adriatma diduga kuat telah menerima suap dari Hasmun Hamzah sebesar Rp2,8 miliar. Uang itu diberikan Hamsun Hamzah secara bertahap, pertama sebesar Rp1,5 miliar dan terakhir Rp1,3 miliar.
Kuat dugaan uang suap itu akan digunakan Adriatma untuk logistik kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara di Pilkada serentak 2018. Tak hanya itu, dari hasil operasi tangkap tangan (OTT), tim mengamankan sejumlah barang bukti.
Di antaranya, buku tabungan dengan keterangan adanya penarikan sebesar Rp1,5 miliar dan STNK serta kunci mobil yang diduga sebagai alat transportasi untuk membawa uang tersebut.
Atas perbuatannya, Hasmun Hamzah selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Adriatma, Asrun, dan Fatmawati selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dri/mtvn