Lebaran boleh saja berlalu, namun pemerintah justru baru akan menyebar parsel. Ya, usai hari raya Idul Fitri, pemerintah bakal menggeber pembagian lahan kepada rakyat lewat program reforma agraria dan perhutanan sosial. Jutaan hektare lahan bakal didistribusikan kepada rakyat sebagai bagian dari realisasi janji kampanye Presiden Joko Widodo.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyatakan, pemerintah di bawah kendali Kementerian Koordinasi bidang Persekonomian sedang menyiapkan lokasi untuk pencanangan program reforma agraria dan perhutanan sosial. Bukan sekadar lokasi seremoni, melainkan lokasi yang menjadi bukti konkret program tersebut di lapangan. “Nanti akan dilihat langsung oleh Presiden,” kata dia di Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Distribusi lahan kepada rakyat memang menjadi salah satu janji Presiden Jokowi saat kampanye. Janji tersebut sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian LHK, Hadi Daryanto menjelaskan, distribusi lahan kepada rakyat dilakukan dengan dua cara. “Reformasi aset dan reformasi akses,” katanya.
Lewat reformasi aset, maka rakyat bisa memperoleh hak kepemilikan atas tanah. Sementara melalui reformasi akses, rakyat memperoleh akses pemanfaatan yang lebih luas pada lahan-lahan kawasan hutan.
Total luas yang disiapkan pemerintah adalah 21,7 juta hektare (ha). Seluas 9 juta ha bakal didistribusikan dalam kerangka reformasi aset. Rinciannya, seluas 4,5 juta ha berupa legalisasi aset tanah yang digarap Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan 4,5 juta ha lainnya berupa redistribusi tanah dengan 4,1 juta ha di antaranya bersumber dari pelepasan kawasan hutan.
Sementara seluas 12,7 juta ha lainnya dilaksakan dalam kerangka reformasi akses. Berbagai skema perizinan perhutanan sosial, plus pengakuan hutan adat, menjadi bagian dari reformasi akses.
Hadi menegaskan, meski lahan kawasan hutan yang didistribuskan lewat reformasi akses statusnya bukan hak milik, namun memiliki kekuatan hukum yang kuat. “Apalagi, masa izin bisa mencapai 35 tahun dan dapat diperpanjang,” katanya.
Izin perhutanan sosial yang sudah disiapkan termasuk Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat, dan kemitraan masyarakat dengan pemegang konsesi pengusahaan hutan atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Sampai Februari 2017, sudah ada 1,6 juta ha hutan yang telah dicadangkan untuk perhutanan sosial. Sementara realisasi penerbitannya izin mencapai 814.026,73 ha (lihat tabel).
Tak bisa diobral
Melihat luas realisasi izin yang masih jauh dari target, Hadi menjelaskan realisasi perizinan tak bisa diobral. Izin yang diberikan harus dipastikan benar-benar jatuh kepada rakyat yang berhak, bukan makelar, apalagi cukong. Hadi menegaskan, pihaknya bekerja keras untuk memastikan target yang sudah dicanangkan tercapai. “Kami terus bekerja untuk merealisasikan target perhutanan sosial,” kata Hadi.
Untuk itu, KLHK menggandeng semua pihak, termasuk kalangan LSM. Hadi menyatakan, proses realisasi perhutanan sosial sangat inklusif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Proses perizinan pun dilakukan secara transparan dan akuntabel dan bisa diakses secara daring (online).
Keterlibatan multipihak ini, kata Hadi, juga menjadi perbaikan dari proses perizinan perhutanan di masa lampau. Masyarakat nantinya akan mendapatkan penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas dan pendampingan usaha sehingga izin yang diperoleh benar-benar bisa menjadi jalan untuk peningkatan kesejahteraan.
Lebih luas
Sementara itu soal reformasi aset, Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Yuyu Rahayu menjelaskan, Kementerian LHK siap melepas 4,8 juta ha hutan. Kesiapan untuk melepas hutan seluas 4,8 juta ha itu tertuang dalam Surat Keputusan tentang Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan Untuk Penyediaan Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Keputusan No SK.180/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017 itu diteken Menteri LHK Siti Nurbaya 5 April 2017.
Menurut Yuyu, kawasan hutan yang dialokasikan untuk TORA memang sedikit lebih luas dari target yang ada pada (RPJMN), yakni seluas 4,1 juta ha. Ini untuk memastikan, TORA yang direalisasikan minimal 4,1 juta ha. “Karena di lapangan akan ada verifikasi lagi, jadi alokasi lahan lebih luas,” katanya.
Alokasi lahan TORA paling luas berasal dari Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) tidak produktif yang mencapai 2,1 juta ha (lihat tabel). Yuyu memastikan, areal HPK seluas 2,1 juta ha yang bisa dilepas saat ini dalam kondisi tak berhutan. Ini bisa menepis tudingan soal deforestasi jika nantinya lahan tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas unggulan nasional seperti kelapa sawit.
Yuyu menjelaskan, pemanfaatan lahan TORA untuk kebun sawit oleh masyarakat memang tidak dilarang. Meski demikian Yuyu menegaskan, arahan Kementerian LHK untuk pemanfaatan pada lahan tersebut bukanlah untuk perkebunan sawit. “Bisa untuk komoditas lain, baik kayu maupun non kayu,” katanya.
Alokasi lahan pada peta indikatif ini menjadi acuan untuk reforma agraria di kawasan hutan. Nantinya, peta indikatif ini akan direvisi setiap enam bulan sekali. Yuyu menjelaskan, proses penyelesaian alokasi lahan untuk reforma agraria tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan. “Namun untuk rakyat, tata caranya akan dipermudah dan dipercepat,” katanya.
Yuyu juga menegaskan komitmen Kementerian LHK untuk merealisasikan lahan reforma agraria. “Memang sulit realisasinya. Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi, mumpung Presiden punya komitmen untuk menyediakan tanah bagi rakyat,” kata dia Rabu (14/6/2017). Sugiharto
Hutan Perhutani Jadi Etalase
Langkah pemerintah menggeber program perhutanan sosial menjadikan raja hutan Jawa, Perum Perhutani sebagai bidikan. Nantinya, lahan hutan Perhutani seluas 1,1 juta hektare (ha) bakal menjadi bagian program tersebut.
Ini menjadi putusan dalam Rapat Koordinasi Tentang Perhutanan Sosial di kantor Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian, Senin (5/6/2017). Dalam rapat dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menteri BUMN Rini Soemarno itu disepakati, Jawa akan menjadi fokus untuk peluncuran program perhutananan sosial.
Dari identifikasi yang dilakukan, perhutanan sosial akan dilaksanakan dengan luasan 1.127.073 ha. Lokasinya ada di 3 Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani di Probolinggo, 2 KPH di Pemalang, dan 1 KPH di Purwakarta.
Dirjen PSKL Kementerian LHK, Hadi Daryanto menjelaskan, pelaksanaan perhutanan sosial di Jawa tak berarti hutan Perhutani bakal dipangkas. “Tetap dalam pengelolaan Perhutani, namun legalitasnya diperkuat. Kalau dulu hanya antara masyarakat dan Perhutani, kini diakui Negara langsung,” katanya.
Meski demikian, pada kawasan hutan lindung tak menutup kemungkinan jika ada areal pengelolaan Perhutani yang dikeluarkan untuk kemudian diberikan izin baru bagi rakyat. Namun, Hadi memastikan prosesnya akan dilakukan dengan hati-hati dan akuntabel untuk memastikan izin diberikan hanya kepada mereka yang berhak.
Sugiharto/Ai
Capain Izin Perhutanan Sosial (Hektare) Sumber: KLHK
JUMLAH KESELURUHAN
SKEMA Penetapan Areal Surat Keputusun HA,
Kerja/ PENCADANGAN HD, HKm, HTR dan MOU
Hutan Desa (HD) 471.451,00 347.111,83
Hutan Kemasyarakatan (HKm) 432.598,86 177.885,67
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 768.859,73 221.597,15
KEMITRAAN 59.482,10
HUTAN ADAT 7.949,99
JUMLAH 1.672.909,59 814.026,73