Draf RTRW Provinsi Riau 2016-2035

Noviwaldy Jusman Bantah Pernyataan Jikalahari terkait Rencana Pansus RTRW Riau

Administrator - Ahad, 10 September 2017 - 20:43:28 wib
Noviwaldy Jusman Bantah Pernyataan Jikalahari terkait Rencana Pansus RTRW Riau
Sungai membelah hamparan hutan alam di Provinsi Riau, Selasa (21/2). Ant/FB Anggoro

Pekanbaru: Harapan masyarakat Riau akan terjeratnya para pelaku kejahatan hutan dan lingkungan di Provinsi Riau bakal menjadi mimpi buruk. Hal itu terindikasi dengan dugaan kuat, bahwa Pemerintah Provinsi Riau dan Pansus RTRW DPRD Riau Disebut akan membebaskan 32 perusahaan perkebunan sawit ilegal di Riau, menjadi legal.

Pasalnya, para perusahaan perkebunan Perambah hutan dan perusak lingkungan seperti dilaporkan oleh LSM Koalisi Rakyat Riau (KRR) awal tahun ini, bakal bebas dari sanksi pidana, seperti yang telah diatur dalam UU RI No. 41 tahun 1999  jo UU RI No 18 tahun 2013, berkat kebijakan pemerintah provinsi Riau dan Pansus RTRW Provinsi Riau dalam draf RTRW 2016-2035.

Polemik segitiga antar lembaga yang berkepentingan dalam proses penetapan draf tata ruang dan wilayah Riau selama ini memang tak dapat dipungkiri, akibat peliknya persoalan dan tingginya negosiasi yang diduga dilakukan oleh sejumlah besar perusahaan ilegal di Riau, akibat keinginannya melepaskan diri dari kawasan hutan menjadi non kawasan hutan atau Areal penggunaan lain (APL).

Dari sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terduga ilegal tersebut, ada 32 perusahaan di Riau dan ternyata berhasil "menumpang" dalam draf RTRW Provinsi Riau Untuk dibebaskan dari status merambah kawasan hutan atau merusak lingkungan. Ke 32 perusahaan itu terdiri dari perusahaan raksasa dan kecil seperti Perusahaan Group Duta Palma yang telah masuk dalam proses hukum pada kasus yang Melibatkan mantan gubernur Riau Annas Ma'amun dan medali emas Gulat manurung tahun 2015 lalu,  disusul dengan PTPN V, PT Gandahera Hendana,  PT. Air Jernih, PT. Hutahaean serta puluhan perusahaan lain kesemuanya Berlomba-lomba ingin melepaskan diri dari jeratan hukum, dengan tanpa sanksi hukum, sekalipun meninggalkan kerugian negara ratusan triliun akibat tidak bayar pajak, kemusnahan hutan ratusan ribu hektare, dan punahnya sejumlah besar flora dan fauna, meningkatnya suhu panas akibat pemanasan global di Provinsi Riau.

Namun kesemuanya dapat berjaya dan beroperasi secara bebas didepan para penegak hukum sekalipun sejuta LSM penggiat hutan dan lingkungan telah acap kali melaporkan temuanya, dan ribuan media dengan lantang menulis skandal kehutanan di Riau, namun hukum seperti tidak berarti bagi mereka, bahkan pemerintah provinsi Riau bersama sama dengan pansus RTRW DPRD Riau dengan bangga akan membebaskan perusahaan perusahaan ilegal tersebut dalam usulannya.

Setidaknya hal itulah yang ditemukan dan disampaikan oleh salah satu organisasi LSM pemerhati hutan dan lingkungan Jikalahari baru-baru ini dalam laporan resminya melalui press release yang diterima awak media.

Jikalahari menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sengaja mengubah status dan fungsi kawasan hutan 32 korporasi perkebunan kelapa sawit menjadi non kawasan hutan atau Area Peruntukan Lain (APL).

"Gubernur Riau menjadikan 32 korporasi perkebunan kelapa sawit dari illegal menjadi legal melalui draft RTRWP Riau 2016–2035,"kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari dalam press release-nya,Kamis (7/9)

Melalui draft RTRWP Riau 2016–2035, Pemprov Riau salah satunya mengusulkan 32 korporasi itu menjadi APL yang di dalam SK.673/Menhut-II/2014 jo SK 878 SK 878/Menhut-II/2014, masuk dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Hutan Produksi Tetap (HP). Artinya, 32 korporasi itu melakukan tindak pidana lingkungan hidup, kehutanan dan perkebunan berupa menduduki kawasan hutan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK, melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

"Jika diusulkan jadi APL oleh Pemprov Riau dalam draft RTRWP Riau 2016 – 2035 dan disetujui Menteri LHK, otomatis tindak pidananya hilang, dari penjahat menjadi bukan penjahat," kata Woro.

Terkait dengan pernyataan pihak LSM Jikalahari tersebut, hal senada juga disampaikan oleh Ketua LSM IPSPK3-RI Ir. Ganda Mora dalam keterangan persnya kepada awak media di ruang kerjanya mengatakan, bahwa rencana penetapan RTRW Provinsi Riau yang diduga sarat permainan itu, sebaiknya dikawal ketat oleh aparat hukum,  khususnya KPK.

"Ini sudah patut diduga akan terjadi konspirasi korupsi, karena disebut mengusulkan 32 korporasi penjahat hutan dan lingkungan bakal di lepaskan. Saya minta agar penegak hukum terutama KPK segera kawal ketat proses ini," Katanya.

Sementara ketua LSM Koalisi Rakyat Riau (KRR), Fachri Yasin atas analisa nya terhadap apa yang terjadi dengan proses draf RTRW Provinsi Riau saat ini mengatakan, indikasi untuk Pemutihan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terduga ilegal sangat kuat.

"Berdasarkan pengamatan kita, dengan di usulkanya puluhan korporasi untuk dibebaskan dari kawasan menjadi APL, dan akan dibahas dalam ranperdanya oleh DPRD Riau tanggal 11 bulan september ini, sejatinya itu tidak boleh,"Katanya.

Menurut Yasin, yang berstatus dosen di UIR ini, jika itu tetap dilakukan pihaknya tidak yakin hal itu akan menjadi Perda.

"Nanti jika pun itu selesai dibahas, saya sangat yakin ranperda itu tidak akan lolos verifikasi di kementerian, karena itu tidak mungkin dapat mengubah SK.673/Menhut-II/2014 jo SK 878 SK 878/Menhut-II/2014," katanya.

Menanggapi pernyataan LSM Jikalahari tersebut, Noviwaldy Jusman yang merupakan salah satu unsur pimpinan DPRD Riau itu dengan tegas kepada awak media membantah dan tidak setuju dengan pernyataan Jikalahari terkait rencana Pansus RTRW untuk melepaskan sejumlah besar kawasan hutan yang dikuasai oleh puluhan perusahaan perkebunan kelapa sawit, seperti yang disampaikan.

"Kata siapa Pansus RTRW Riau ingin melepaskan kawasan? Pansus tidak mungkin bisa mengubah kawasan menjadi bukan kawasan, karena itu telah memiliki SK Menteri. Apakah Jikalahari sudah melihat draf ranperda RTRW yang sekarang? Kami tidak bisa melepaskan itu, yang bisa kami lakukan adalah holding zone, bukan melepaskan, "jelasnya.

Menurutnya apa yang disampaikan oleh LSM Jikalahari maupun yang lain tidak benar adanya. Namun di akui nya,  setelah melakukan holding zone ini, pihak pemerintah selanjutnya akan mengusulkan pelepasan kepada kementerian.

"Jadi bukan pada ranperda ini kawasan dilepaskan, melainkan setelah ini, barulah pihak pemerintah mengusulkan mana yang akan dilepaskan nantinya, jadi tergantung kementerian, apakah mereka menyetujui atau tidak, "katanya.

Lex/ Feri Sibarani