Jakarta: Ketua Umum Front Pembela Islam Rizieq Shihab mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah Indonesia untuk menentukan pilihan rekonsiliasi atau siap dengan risiko revolusi. Permintaan Rizieq sepertinya sulit terkabul.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan seluruh warga negara bisa mengadakan rekonsiliasi. Tapi, pemerintah tak bisa melakukan rekonsiliasi jika individu tersebut berhubungan dengan masalah hukum.
"Kita tidak (melakukan) rekonsiliasi (bagi) yang mempunyai tindakan hukum," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa 4 Juli 2017.
Kalla tak paham dengan kasus hukum yang menjerat Rizieq. Orang nomor dua di Republik ini mengaku tak mengikuti perkembangan kasus dugaan pornografi yang menjerat pentolan aksi bela Islam itu.
Kalla juga tak paham dengan rekonsiliasi yang dimaksud Rizieq. Namun, kata dia, rekonsiliasi bisa saja terjadi dengan syarat tertentu. "Hukum tetap berjalan, ada batas begitu, tapi tentu butuh kajian lebih lanjut lagi."
Rizieq Shihab. Foto: Metrotvnews.com/Deny Irwanto
Pernyataan rekonsiliasi atau revolusi dikeluarkan Rizieq melalui rekaman suara yang disebarkan Juru Bicara FPI Slamet Maarif. Dalam rekaman itu, Rizieq menyebut pernyataan ini bukan berarti menyerah, melainkan implementasi semangat aksi bela Islam.
"Implementasi ruh aksi 411 dan 212 yang selalu mengedepankan dialog dan perdamaian dengan semua pihak," kata Rizieq dalam rekaman suara itu.
Namun, Rizieq memasang syarat untuk rekonsiliasi. Pemerintah harus menghentikan perkara yang menjerat sejumlah ulama dan aktivis. Rizieq menyebut kasus yang menjerat mereka sebagai upaya kriminalisasi.
Rizieq juga meminta jangan ada lagi penistaan terhadap agama. Rekonsiliasi juga tak bisa dilakukan tanpa penghentian penyebaran paham komunis, liberal, dan paham sesat lain. Pemerintah juga diminta menjunjung tinggi asas musyawarah dalam kehidupan berbangsa.
Jika tak disetujui, Rizieq punya cara lain. "Tak ada pilihan lain bagi rakyat dan bangsa Indonesia kecuali revolusi," kata Rizieq.
Mtvn/Uwa