Jakarta: Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla membayar zakat penghasilan pagi ini di Istana Negara. Perbincangan santai dan guyonan sempat dilemparkan keduanya sebelum membayar zakat. Salah satunya ketika Jokowi ‘menembak; JK membayar zakat bersamaan dengannya.
"Pak JK sekalian," kata Jokowi, Rabu (14/6).
JK pun tertawa mendengar hal itu. Ia menjawabnya santai sambil jalan sebelum duduk di samping Jokowi.
"Kalau ngutang boleh enggak?" guyon JK.
Jawaban Wapres disambut tawa jajaran menteri dan eselon I yang berada di sana.
Guyon itu disampaikan karena JK ternyata tidak membawa uang tunai. Hal ini berbeda dengan Jokowi yang akan membayarkan zakatnya secara tunai.
"Wah kalau saya enggak pakai kartu," Jokowi menjawab guyonan JK.
Di meja pembayaran, ia menyerahkan uang untuk dimasukkan ke mesin penghitung uang dan terhitung Rp45 juta. Pembayaran disaksikan langsung Ketua BAZNAS Bambang Sudibyo dan Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad.
JK pun mengikutinya. Namun, tak diketahui zakat yang dibayarkan Wakil Presiden itu. Jokowi pun sempat menanyakan jumlah yang dibayarkan. Tetapi JK menjawab, total zakatnya sama seperti Jokowi.
"Seharusnya Pak JK lebih gede lah dari saya," canda mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Mereka pun tertawa bersama sebelum akhirnya kembali duduk dan menyaksikan para menteri dan eselon I membayar zakat di sana.
Pembayaran zakat di Istana sudah dimulai sejak tahun lalu. Jokowi berharap langkah ini menjadi contoh dan teladan agar menunaikan zakat melalui BAZNAS, badan resmi pengelola zakat nasional.
Potensi Zakat
Sebelumnya, penelitian BAZNAS bersama IPB pada 2011 mengungkapkan potensi zakat di Indonesia pada 2010 adalah Rp217 triliun.
“Jika angka tersebut dikalkulasi dengan memperhitungkan PDB tahun-tahun sesudahnya, maka potensi tersebut pada tahun 2015 sudah menjadi Rp286 triliun,” ujar Ketua BAZNAS Bambang Sudibyo seperti dilansir situs Sekretariat Kabinet.
Di samping itu, rata-rata tahunan penghitungan zakat, infak, dan sedekah, oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki atau yang diakui oleh pemerintah untuk periode 2002-2015 adalah 38,58%. Persentase itu jauh melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada periode tersebut yang hanya 5,42%.
Cnni/asa/rrn