Pekanbaru: Dilansir dari riauterkini.com. Berita tentang Pertemuan Pansus RTRW Riau dengan Kementerian LHK beberapa waktu yang lalu, tidak menemui titik temu. Kesal karena tidak ada titik temu karena permintaan tidak digubris, Wakil Ketua Pansus, Suhardiman Amby menyebut, Kementerian LHK “kurang ajar”.
“Pertemuan kita dengan Kementerian LHK belum ada titik temu. Kementerian tetap bersikukuh tidak mau membantu, di satu sisi dia tidak mau, yang punya perusahaan ke luar terus. Ada piti (uang, red) ada izin, kurang ajar namanya itu kan,” kata Suhardiman Amby kepada wartawan, Kamis (08/06/17).
Dalam pertemuan tersebut, Pansus ingin 117 ribu dan 105 ribu (yang terakhir) hektar lahan milik perusahaan yang tercantum dalam SK Kementerian LHK Nomor 838 dan 903 (yang terakhir) dijadikan kawasan hutan. Sementara, kawasan permukiman masyarakat, infrsatuktur, kawasan strategis pemerintahan yang awalnya masuk dalam kawasan hutan, agar diputihkan. Bagian inilah yang disebut Suhardiman tak mau dibantu oleh Kementerian.
“Luas lahan perusahaan sekitar 117 ribu, yang terakhir 105 ribu hektar yang diputihkan Kementerian dalam SK 838 dan 903 itu. Kebunnya sudah ditanam, izinnya sudah ada dan diproduksi bertahun-tahun, diputihkan secara sepihak tanpa prosedural yang jelas. Artinya perusahaan itu sudah melakukan perambahan kawasan hutan bertahun-tahun, lalu oleh SK Kementerian diputihkan, legal dia. Punya perusahaan gila itu kenapa dikeluarkan, saya lupa nama perusahaannya, tapi jumlahnya hampir 40 an, yang besar banyak. Ini adalah prilaku pembohongan oleh pihak Kementerian bahwa seakan-akan kita yang salah, kita legalkan, kita ikut masalah,” ungkapnya.
Semestinya, kawasan kampung, permukiman, infrastruktur, kawasan agropolitan, minapolitan, perkebunan rakyat, kawasan strategis pemerintah daerah dan pusat yang sampai saat ini masih masuk kawasan hutan, diputihkan.
“Indonesia sudah lahir tapi masih kawasan hutan, pasar juga, apa tega kita melihat itu, tugas kita memperjuangkan itu diputihkan. Ada 142 desa di Riau yang masuk kawasan hutan, apa alasan Kementerian, tidak ada alasan. Kalau untuk rakyat, kita selalu siap pasang badan, apapun yang terjadi,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika Kementerian tetap tidak mau menyatukan satu SK dari enam SK yang dikeluarkan sebagai acuan RTRW Riau, maka sikap seperti itu menurutnya, disebabkan karena Kementerian banyak dosa sehingga takut untuk menyatukan enam SK menjadi satu.
“Kalau seperti ini, saya tidak yakin RTRW Riau selesai satu bulan sesuai instruksi presiden. Kalau permintaan kita tidak diakomodir, kita akan jadikan holding zone dulu, intinya barang itu tidak masuk kawasan hutan lagi. Kementerian tidak merestui permintaan kita, kita adu di pengadilanlah, judicial review,” sebutnya.
Terakhir ia mengatakan, untuk pertemuan selanjutnya, secara birokrasi tetap dicoba pihaknya, salah satunya mengirimkan surat permintaan pertemuan kepada pihak Kementerian LHK. Jika kementerian berkenan, ia mengucapkan syukur, jika tidak maka ia tidak akan mempersoalkannya dan Pansus tetap bekerja sesuai kepentingan masyarakat banyak.
RRN