Kisruh Usai Pilkada DKI Dianggap Tanggung Jawab Elite Politik

Administrator - Sabtu, 13 Mei 2017 - 18:55:52 wib
Kisruh Usai Pilkada DKI Dianggap Tanggung Jawab Elite Politik
Pengamat menyebut gejolak masyarakat yang terjadi paska Pilkada DKI merupakan tanggungjawab elit politik. Ant Pic

Jakarta: Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai, isu yang berkembang di Indonesia saat ini merupakan produk dari para elit politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.

Sebelum Pilkada DKI, Ubedilah menyebut, isu seperti radikalisme, SARA, intoleransi dan sebagainya, tidak pernah muncul ke permukaan.

"Isu-isu yang berkembang, isu intoleransi, radikalisme, adalah isu produksi oleh elit [politik]. Sebelum pilkada, warga Jakarta aman damai, tidak ada perilaku intoleran," kata Ubedilah dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5).

Menurutnya, dalam memilih pemimpin, seperti halnya Pilkada DKI, seharusnya menganut sistem kebebasan atau liberal.

Oleh karenanya, ia menekankan agar para elit yang terlibat, baik pasangan nomor urut satu dan dua pada pilkada lalu dapat bertanggung jawab meredakan gejolak saat ini.

"Elit politik kedua kubu harus bertanggungjawab menghentikan, mengambil keputusan elit politik [yang] ditentukan mobilitas masa," kata Ubedilah.

Dosen Sosiologi Politik ini berpendapat, isu intoleransi yang kadung berkembang di Jakarta, memberi dampak sosial kepada seluruh elemen masyarakat dan meluas dalam skala nasional.

"Ini dampak sosialnya besar, ada polemik masa. Publik harus merespons secara rasional," katanya.

Lebih lanjut, menurut dia, proses perkara penodaan agama atas terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus tetap dilangsungkan secara independen. Apalagi, yang berperkara adalah pemimpin Jakarta. Imbasnya, tafsir yang digunakan berbeda mencakup politik dan itu bisa berubah menjadi dramaturgi yang punya efek dahsyat.

"Tapi yang berperkara itu gubernur, maka memungkinkan tafsir politik. Tafsir ini yang menjadi dramaturgi, efeknya dahsyat," ungkapnya.

Namun, kata Ubedilah, sejauh ini belum ada intervensi, termasuk oleh Presiden Joko Widodo. Semua berjalan sesuai aturan dengan adanya proses banding dari kubu Ahok.

"Presiden bilang, 'saya tidak bisa intervensi hukum.' Ini sudah benar, ada proses banding, bukti bahwa proses hukum independen," kata dia.

Lebih lanjut, Ubedilah menyarankan agar semua pihak menunggu proses hukum yang masih berjalan. Begitu juga para elite politik harus dapat mengikis pemikiran masyarakat atas keterlibatannya.

"Pergeseran perilaku pendukung terjadi sebelum dan sesudah putusan, sehingga mereka menduga ini ada kepentingan politik. Elite harus mengikis pemikiran ini," kata Ubedilah.

Cnni/les