PT.Duta Palma Group Disebut Rampok Hutan Riau Seluas 18 Ribu Hektar

Administrator - Ahad, 10 September 2017 - 21:37:46 wib
PT.Duta Palma Group Disebut Rampok Hutan Riau Seluas 18 Ribu Hektar
Ilustrasi korupsi. Thinkstock/Wavebreakmedia/Cnni.

Pekanbaru: PT. Duta Palma Grup yang bergerak dibidang budi daya perkebunan kelapa sawit di provinsi riau, telah lama dan acap kali di sebut sebagai salah satu perusahaan perampok hutan di Riau, namun Hingga detik ini perusahaan tersebut tak pernah tersentuh penegak hukum, dan diduga kebal hukum.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta yang merupakan salah satu terbesar di Provinsi Riau itu, antara tahun 2014 dan 2015 sempat menjadi buah bibir dikalangan buruh tinta, dikarenakan nama "bos besar" perusahaan tersebut yaitu Surya Dharmadi sempat tercatut dalam proses hukum terpidana mantan gubernur Riau H. Annas ma'amun dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Dugaan konspirasi tindak pidana bidang kehutanan yang dilakukan oleh bos PT. Duta Palma Grup dengan mantan Gubernur Riau saat itu, ialah keinginan perusahaan tersebut melepaskan diri dari status pelaku perampok hutan Riau Seluas 18 Ribu Hektar, dengan modus menjadi " penumpang gelap" dalam surat Gubernur Riau No. 050/BAPEDDA /8516 tentang revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau, sebagai usulan revisi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor K673/MENHUT/II/2014, tanggal 8 Agustus 2014.

Adapun nama-nama perusahaan PT. Duta Palma Grup yang masuk dalam kawasan hutan, dan diduga melakukan operasional yang ilegal ialah sebagai berikut, PT.Palma Satu, PT.Panca Agro Lestari, PT.Banyu Bening Utama, dan PT.Seberida Subur, yang kesemuanya berada di wilayah Kabupaten Inhu Riau.

Akibatnya, pihak kementerian yang tergabung dalam Tim terpadu Dinas Kehutanan Provinsi Riau tidak memasukkan perusahaan tersebut kedalam rekomendasi dalam rangka Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau 2014.

Untuk meloloskan dirinya dari ancaman hukum yang berlaku, Surya Dharmadi pun, menurut Jaksa tipikor pada kasus Anas ma'amun dipersidangan menyebutkan bahwa bos besar perusahaan besar itu berupaya untuk melakukan suap direncanakan sebesar 8 miliar rupiah.  

Bahkan terkait hal itu pihak KPK melalui bagian pemberitaan dan informasi Priharsa Nugraha pada 4 Februari 2015 lalu, Kepada CNN Indonesia menyampaikan bahwa dalam persidangan pada 25 Januari 2015 Gulat Medali Emas Manurung, tersangka dalam kasus suap Gubernur Annas menyebutkan adanya permintaan duit dari mantan gubernur Annas, atas permohonan untuk meloloskan kawasan hutan yang dikuasai PT.Duta Palma.

Namun dari perjalanan proses hukum terkait perampokan hutan di Riau, yang dilakukan oleh PT.Duta Palma Grup ini, hingga kini pihak penegak hukum tidak memberikan kepastian hukum tentang upaya menjerat sang bos bermata cipit tersebut.

Kenyataannya perusahaan yang telah disebut sebagai perampok kawasan hutan di Riau, yang mana hal itu telah melanggar ketentuan perundang-undangan dalam UU No. 41 tahun 1999 Tentang kehutanan, dimana pada pasal 50 ayat 3 dengan jelas menyebutkan larangan bagi siapapun, dan pidana hukuman penjara selama 15 tahun serta denda 5 miliar rupiah, dan UU No. 18 tahun 2013 pada pasal 112 dengan jelas telah mengatur segala ketentuan dan larangan serta hukuman pidana akibat pelanggaran yang dilakukan oleh orang, maupun korporasi.

Menurut Ketua LSM IPSPK3, Ir. Ganda Mora saat dikonfirmasi awak media melalui selulernya mengatakan bahwa benar PT.Duta Palma Grup merupakan perusahaan besar swasta yang dikenal sebagai perusahaan perampok hutan terbandal yang menurutnya sudah kerap dilaporkan oleh pihaknya kepada penegak hukum, namun tak pernah tersentuh hukum.

"Jadi PT.Duta Palma Grup itu, perusahaan yang sangat bandel, dan kuat, sehingga sulit disentuh hukum. Kami sendiri sebagai LSM yang giat dalam pemantauan tindak pidana kehutanan sudah kerap melaporkan hal itu kepada penegak hukum di Riau ini,  tetapi tak ada yang berani,  "katanya kepada media Rabu (15/8/2017).

Menurutnya, PT.Duta Palma Grup Diduga menguasai kawasan hutan Riau dengan jumlah yang sangat besar, dan tidak memiliki izin pelepasan kawasan dari kementrian kehutanan.

"Dia itu (PT.Duta Palma Grup. red) tidak punya izin pelepasan hutan dari menteri, dan tetap saja dengan leluasa dapat beroperasi tanpa gangguan maupun tindakan dari pemerintah dan penegak hukum, "ujarnya.

Menurutnya, semua pihak termasuk LSM penggiat kehutanan dan pemerintah provinsi Riau dengan menggandeng pihak kepolisian dan Kejati Riau harus satu semangat untuk menjerat secara hukum perusahaan PT.Duta Palma Grup, maupun pemilik sebagai yang bertanggung jawab atas rusaknya lingkungan hidup dan hancurnya kawasan hutan yang pasti juga menjadikan musnahnya habitat flora dan fauna.

Lex/Feri Sibarani