RADARRIAUNET.COM - Tim Gabungan Pencari Fakta tidak menemukan aliran dana mendiang terpidana narkotik Fredi Budiman ke aparat. Kelompok yang terdiri atas penelusur independen namun bergerak di bawah tanggung jawab Polri ini telah selesai menjalankan tugasnya.
"Kami tidak menemukan aliran dana dari Fredi Budiman ke pejabat tertentu di Mabes Polri," kata anggota tim, Effendy Ghazali, dalam konferensi pers hasil investigasi di Jakarta, Kamis (15/9).
Dia mengatakan bisa saja aliran dana tersebut belum ditemukan karena waktu yang terbatas. Tenggat masa bekerja tim selama 30 hari sudah habis dan upaya pengungkapan dugaan tersebut masih nihil.
Effendy mengatakan tim telah meminta keterangan 64 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 24 orang dari internal Polri dan 40 dari di luar lingkungan Polri.
Selain itu, ada juga 81 pengaduan yang masuk ke hotline tim gabungan. Namun, tak ada yang menyebutkan terdapat aliran dana dari Freddy ke pejabat Mabes Polri.
Meski demikian, investigasi bukan berarti tidak membuahkan hasil sama sekali. Berdasarkan penelusuran, pertemuan antara Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar dengan Fredi dinyatakan betul telah terjadi.
Dugaan ini berawal dari cerita Haris yang menyebut ada kongkalikong Fredi dengan aparat. Cerita yang diunggah di media sosial itu disebutnya sebagai hasil wawancara dengan Fredi di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Hanya saja, ketika ditelusuri melalui Pleidoi, laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan keterangan narasumber yang mengetahui pertemuan itu, sama sekali tidak ditemukan aliran dana Fredi.
Kesimpulan ketiga adalah adanya penyalahgunaan wewenang berupa pemerasan yang melibatkan narapidana lain bernama Akiong dan perwira menengah Polri. "Jadi ada satu bukti awal yang sudah ditangani, sudah diakui, tepatnya di angka Rp 668 juta, tapi bukan dari Fredi," kata Effendi.
Selain itu, ada lima indikasi aliran dana yang ditemukan dengan besaran sekitar Rp25 juta, Rp75 juta, Rp700 juta dan di atas Rp1 miliar. "Ini indikasi dan sudah ditangani Divpropam (Divisi Profesi dan Pengamanan) Mabes Polri," ujarnya.
Tim tidak mengeluarkan rekomendasi apapun terkait Haris Azhar yang membocorkan ceritanya. Anggota tim yang lain, Hendardi, mengatakan hal tersebut adalah bagian dari kritik masyarakat.
Haris sempat dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri karena cerita tersebut. Menurut Hendardi, awalnya tim merekomendasikan agar laporan tersebut ditunda, dan hal itu disetujui oleh Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Namun kini, tidak ada rekomendasi baru yang dikeluarkan.
"Kini kami tidak merekomendasikan lagi karena ini tidak ada hubungannya (dengan mandat tim). Tapi kami percaya Kapolri akan ambil keputusan yang cukup baik," ujarnya ketika ditanya soal nasib Haris.
Permainan Fredi
Tidak ditemukannya aliran dana dari Fredi bukan berarti dia tidak bermain. Effendy mengungkapkan, mediang bandar narkotik itu pernah menjerumuskan seseorang masuk ke penjara demi kelancaran bisnisnya.
Terpidana bernama Tedja adalah salah satu orang yang dijerumuskan Fredi. Dia diperintahkan untuk mengaku bernama Rudi dan bertemu dengan seseorang untuk bertransaksi.
Permainan yang disebut Effendy sebagai "tukar kepala" ini terkait dengan kasus kepemilikan 1,4 juta ekstasi Fredi. Tedja ditangkap usai transaksi yang menyeret Fredi jadi terpidana mati itu.
Fredi tidak mengklarifikasi kepada penyidik bahwa orang tersebut hanya pesuruh yang tidak tahu apa-apa. "Akhirnya orang ini tidak dibela seacara memadai," kata Effendy.
Seperti efek domino, permainan lanjut ke jaksa yang menuntutnya. Tedja diperas oleh sang jaksa dan meminta istrinya untuk menemani karaoke.
"Karena jumlah yang dikasih tidak cukup, pasalnya tidak diubah. Malah orang ini dijatuhi hukuman mati," kata Effendy.
cnn/radarriaunet.com