RADARRIAUNET.COM - Pertemuan dalam upaya penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat Desa Bagan Melibur dengan PT RAPP yang difasilitasi Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kepulauan Meranti pada senin (5/9) di ruang rapat Melati Kantor Bupati berlangsung tertutup berbeda dengan rapat selama ini yang selalu terbuka untuk umum.
Kali ini wartawan dilarang meliput agenda tersebut saat pertemuan berlangsung mulai pukul 09.00 wib turut hadir diantaranya Kepala Bagian Tapem. Yulizar Muhaimin, Camat Merbau, Wan Abdul Malik, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kepulauan Meranti, Ma'mun Murod, GM SHR CSR PT RAPP,Wan Jakh Mohd Anza dan beberapa perwakilan masyarakat desa. Pertemuan ini dipimpin Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Said Hasyim,namun mantan Sekda Siak ini tiba-tiba keluar dari ruangan dan meninggalkan kantor bupati menggunakan mobil dinasnya tanpa memberikan keterangan.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kepulauan Meranti, Ir Mamun Murod yang ditemui usai rapat menjelaskan bahwa permasalahan antara masyarakat dengan PT RAPP semuanya sudah selesai dan tidak ada masalah lagi. Terkait rapat yang dilakukan tertutup, Murod menjelaskan itu dilakukan oleh pihak internal saja agar tercapai kesepakatan dan berjalan secara kekeluargaan.
"Saat ini antara masyarakat Desa bagan Melibur dan PT RAPP tidak ada masalah, semuanya sudah clear, masyarakat yang mengajukan tuntutan sudah diselesaikan oleh pihak perusahaan, sudah tuntas dan tidak ada masalah. Terkait rapat yang dilakukan tertutup, karena rapat ini diikuti internal kita, perusahaan dan perwakilan masyarakat. Kita ingin menyelesaikannya secara damai dan kekeluargaan," kata Murod.
Murod juga mengatakan, bahwa saat ini sebagian masyarakat Desa Bagan Melibur telah mengklaim lahan tersebut yang dikelola sejak tahun 1980 tersebut digarap oleh perusahaan dan telah di land clearing. Masyarakat menegaskan bahwa SK 180 merupakan dasar RAPP beroperasi di Pulau Padang, termasuk Desa Bagan Melibur, sementara Desa Bagan Melibur sendiri telah dikeluarkan dari lahan konsesi.
Sementara itu, Grand Manajer Stakeholder Relation (SHR) and Corporate Social Responsibility PT RAPP untuk Kepulauan Meranti, Wan Jakh Mohd Anza mengatakan bahwa permasalahan terkait sengketa lahan tapal batas antara Desa Lukit dan Desa Bagan Melibur yang juga melibatkan perusahaan kertas terbesar nasional itu tidak sebesar yang digembor-gemborkan.
"Sebenarnya kita menganggap masalah ini tidak besar,namun ada yang membesarkan. Ini hanya masalah kelompok, kami sudah sepakat untuk membicarakan kepada kelompok terkait, kami mengharapkan jangan satu kelompok membawa nama desa untuk mengakomodir membuat sejumlah penolakan yang menganggap kami menyerobot lahan, padahal kami sudah bekerja sesuai dengan RKU dan RKT yang mengacu kepada SK 180," kata Wan Jack. Terkait permasalahan ganti rugi lahan, Wack mengatakan sudah diselesaikan dengan membayar saguhati.
"Saat ini masalahnya sudah selesai. Saya bisa buktikan lahan itu sudah kita saguhati, sebelum disaguhati sudah di notariskan," kata Wan Jack pula.
Untuk kelanjutannya, saat ini PT RAPP terpaksa menghentikan operasionalnya. Hal itu dilakukan sampai persoalan sengketa lahan diselesaikan.
"Saat ini lahan seluas 40 hektar di Bagan Melibur sebagian masuk ke Desa Mayang Sari yang telah di land clearing terpaksa dihentikan. Lahan itu akan digarap lagi setelah persoalan diselesaikan,artinya belum ditentukan. Terkait lahan yang belum disaguhati karena ada sebagian kelompok tani tidak mau lahannya disaguhati," kata Wan Jack.
Sementara itu Sekretaris Jenderal BPP Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), Isnadi Esman mengatakan rapat kali ini terlalu di intervensi, karena pada saat penyampaian sangat dibatasi.
"Kami merasa sepertinya rapat kali ini terlalu di intervensi. Dari sesi penyampaian saja sangat dibatasi. Jika waktu nya agak dilonggarkan maka dengan penyampaian yang panjang tentunya dapat melahirkan sebuah solusi. Inti penting nya adalah bagaimana masalah RAPP dibahas tuntas terkait legalitasnya yang mana selama ini mempunyai multitafsir dan mengklaim sama-sama punya hak untuk mengelola lahan tersebut.
Isnadi mengatakan jika SK 180 ini dapat diselesai, masyarakat berencana akan menjadikan lahan tersebut menjadi areal hutan sosial. Dan jika tapal batas serta legalitas clear maka silahkan digarap," pungkas Isnadi.
rgc/fn/radarriaunet.com