RADARRIAUNET.COM - Perbuatan melawan hukum berbentuk tindakan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau kelompok orang lain, serta korporasi disebut dengan istilah korupsi, kini di provinsi Riau makin marak terjadi.
Kenyataan itu tidak lagi menjadi sebuah rahasia umum, karena telah menjadi subjek pemberitaan oleh berbagai media, baik lokal, maupun nasional.
Tindakan pidana korupsi yang banyak dilakukan oleh para pejabat daerah di Riau dan lagi santer diberitakan oleh berbagai media saat ini, di antaranya kasus dana bansos kabupaten Bengkalis yang melibatkan mantan Bupati Herliyan Saleh dan Amril Mukminin yang telah merugikan negara sebesar 31 miliar.
Selain itu terjadi lagi kasus dugaan korupsi oleh bupati aktif Kepulauan Meranti, Irwan Nasir yang sampai hari ini belum mencapai proses penuntutan oleh pihak penegak hukum. Beberapa kali diberitakan telah dilakukan pemanggilan oleh Kejati Riau, namun sampai saat ini dugaan kasus korupsi pembangunan pelabuhan Dorak di Selat panjang itu belum diketahui proses hukumnya.
Dalam dugaan korupsi ini, Irwan Nasir diduga melakukan tindakan melawan hukum dalam pengadaan lahan serta pembangunan pelabuhan Dorak Selat Panjang yang menurut rencananya sudah selesai pembangunan namun hingga kini belum kunjung selesai, sementara telah menghabiskan anggaran dana sebesar 650 miliar.
Terkait hal itu, baru-baru ini masyarakat Riau masih dalam penantian hasil penyidikan oleh pihak Kejati Riau. Sementara masyarakat masih sedang menanti kepastian penegakan hukum atas beberapa pejabat terduga kasus korupsi tersebut, masyarakat Riau kembali disuguhi informasi tentang perbuatan melawan hukum dugaan korupsi di Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau oleh Tien Mastina yang kini semakin menambah jumlah deretan pejabat Riau yang tersandung kasus korupsi.
Dugaan korupsi ini telah masuk dalam tahap penyidikan oleh pihak Kejati Riau dan sejak dimulainya klarifikasi terkait informasi korupsi ini (4/8/2016) lalu hingga kini tahapan penyidikan tersebut belum dapat diketahui media.
Dari upaya reporter Radarriaunet.com untuk mencari informasi terkait hal ini, pihak Kejaksaan Tinggi Riau belum bisa memberikan informasi konkret.
"Kita masih lakukan terus upaya penyidikan. Jadi tolong sabar, karena masih dalam proses, jadi kami belum bisa berikan informasi," kata Kabag Humas Kejati Riau Muspidawan.
Berdasarkan keterangan pihak Kejati melalui bagian penerangan tersebut, kita dapat melihat bahwa betapa upaya penegakan hukum kepada oknum pejabat di negeri ini terkesan sulit.
Ibarat kata orang bijak "Hukum tajam kebawah dan tumpul keatas," hal itu tidak pelak lagi, sebab dugaan beberapa kasus korupsi pejabat lainya yang sudah lama masuk dalam upaya penyidikan oleh pihak Kejati, hingga kini belum ada yang tersangka dan klarifikasi kepada media.
Sementara dalam kesempatan wawancara beberapa hari yang lalu dengan gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman di lingkungan perkantoran gubernur Riau terkait maraknya kasus dugaan korupsi di jajaran pemerintahan yang dipimpinnya, Andi tidak banyak berkomentar.
"Aduh saya tidak bisa berkomentar mengenai itu. Biarlah itu menjadi urusan pihak pihak penegak hukum, " katanya kepada reporter Radarriaunet.com.
Masyarakat, media dan LSM serta berbagai forum mahasiswa kerap mempertanyakan proses hukum yang dilakukan oleh pihak Kejati Riau, namun hingga kini, harapan untuk menjerat para pelaku kejahatan keuangan negara ini semakin menipis.
Sementara jika kita mengacu pada UU No.31 tahun 1999 tentang tipikor, pada Bab IV pasal 25 dan 27, secara jelas dan gamblang dijelaskan bahwa dalam upaya penyidikan jika terdapat beberapa kasus maka kasus korupsi harus menjadi prioritas utama dan jika ditemukan tingkat kesulitan dapat membentuk tim gabungan dengan pihak jaksa Agung.
Artinya, tidak ada dugaan atau kasus korupsi yang boleh terhenti atau tertunda oleh karena alasan apapun, sebab sesuai dengan undang-undang semua proses hukum yang terkait dengan tipikor harus dilaksanakan secepatnya.
Ada apa dengan penegak hukum di provinsi Riau? Masyarakat dan semua elemen di Riau masih terus berharap dan mencoba selalu untuk mengedepankan sikap percaya atau praduga tak bersalah kepada penegak hukum, namun jika kenyataan justru membawa kesan terbalik, sewajarnyalah masyarakat dan para awak media menduga adanya permainan atau kong kali kong dalam proses penegakan hukum.
Feri Sibarani/radarriaunet.com