RADARRIAUNET.COM - Tak bisa dipungkiri, salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas adalah rasa kantuk yang menyerang para pengemudi kendaraan. Fenomena itu memunculkan ide awal bagi Kristiawan Manik untuk mengembangkan helm khusus anti-kantuk.
Helm anti-kantuk tersebut bisa dibilang made in Surabaya. Kristiawan yang akrab disapa Kris ini mengembangkan helm unik bersama timnya saat masih kuliah di Universitas Surabaya.
"Banyak kecelakaan karena si pengemudinya mengantuk. Hal itu cukup konyol. Maka kami menelusuri dan riset kenapa orang bisa mengantuk," ujar Kris di acara Bosch Young Inventors di Jakarta, Jumat (19/8).
Kris dan tim kemudian menemukan bahwa orang-orang bisa mengantuk jika laju jantungnya di bawah 80 detak per menit. Dari situ, Kris dan tim memutar otak untuk mengembangkan inovasi yang mampu berfungsi sebagai pengingat bagi si pengemudi.
Proses pengembangan perangkat dimulai dari pembuatan purwarupa helm yang diberi nama Androsys, atau Anti-drowsing System. Androsys menggunakan desain helm pada umumnya, hanya saja 'jeroannya' berbeda.
"Kami tambahkan sejumlah perangkat khusus yang bisa membaca detak jantung dan membuat helm bisa mengeluarkan getar sebagai pengingat untuk pengguna agar tetap terjaga," Kris menjelaskan.
Helm Androsys dilengkapi sensor khusus yang mampu membaca heartbeat alias detak jantung pengguna. Kris dan tim menggunakan sensor medis PSO Electric yang biasa berguna untuk membaca detak jantung pasien.
Diketahui, sensor ini diletakan di bagian leher pengguna agar bisa mendeteksi denyut nadi secara sempurna.
Sensor tersebut dihubungkan ke prosesor yang dibuat sendiri berupa micro-controller. Tujuannya untuk memberikan output berupa getaran. Menurutnya, getaran yang dikeluarkan akan dirasakan di bagian ubun-ubun kepala si pengguna.
Helm Androsys menggunakan baterai lithium yang masa hidupnya diklaim bisa bertahan antara dua sampai tiga tahun. Sifatnya juga rechargeable alias bisa diisi ulang kembali dayanya.
"Helm ini gunanya sebagai alarm, karena pada dasarnya keselamatan datang dari diri masing-masing," ujar Kris.
Berharap Bisa Dikomersialkan
Helm yang ditunjukan Kris memang helm biasa. Tak ada yang istimewa dari tampilannya. Itu karena perangkat khusus yang diciptakan untuk membaca denyut nadi masih dalam proses pengembangan.
"Sejauh ini masih dalam proses paten dan pengembangan lebih lanjut karena kami ingin cara pemakaiannya semakin sederhana dan nyaman, tanpa ada kabel yang menjuntai," ungkapnya.
Jika semua proses lancar, pria berusia 23 tahun ini berencana meluncurkan produknya agar bisa dikomersialkan dan dinikmati oleh publik. Menurut estimasi, harga pembuatan dan perakitan satu buah helm berkisar Rp100 - 200 ribu.
Sementara untuk jangka panjang, dia dan tim menginginkan agar teknologi yang diusung itu bisa bersifat plug and play, atau bisa diterapkan di mana saja.
"Ke depannya saya ingin tak hanya terbatas di helm saja. Tapi juga bisa plug and play untuk pengemudi mobil dan lain sebagainya," uncapnya.
Kris dan tim sebelumnya telah memenangkan medali emas untuk kategori "Penemuan" di ajang Innovation & Design Competition (IIID) di UITM Johor, Malaysia pada Agustus 2014 lalu. Timnya berhasil mengalahkan peserta lain dari Thailand, Australia, Amerika Serikat, dan Swedia.
cnn/radarriaunet.com