RADARRIAUNET.COM - Mantan Presiden Filipina Fidel Ramos memulai kunjungan lima hari ke Hong Kong pada awal pekan ini untuk bertemu "teman-teman lama" dan menghidupkan kembali hubungan Filipina dengan China yang memburuk sejak kedua negara bersengketa maritim di Laut China Selatan.
"Ini mungkin membuka jalan bagi perundingan diplomatik di masa depan," kata Ernesto Abella, juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Senin (8/8), dikutip dari media internasional.
Abella memaparkan bahwa Ramos akan "bertemu dan mungkin bermain golf dengan teman-teman lamanya" di wilayah China.
Ramos, 88, yang menyebut perannya sebagai "pemecah ketegangan", menerima tawaran Duterte untuk menjadi utusan khusus Filipina ke China menyusul keputusan pengadilan arbitrase internasional pada pertengahan Juli lalu yang menampik klaim China di Laut China Selatan.
"Ini bukan misi saya," kata Ramos, ketika ditanya apakah ia akan membahas putusan tersebut ketika berada di wilayah China.
"Bukan saya yang akan mengangkat isu itu. Misi saya adalah untuk menghidupkan kembali hubungan dengan China," katanya dalam konferensi pers di Manila sebelum kunjungannya ke China.
Ramos menambahkan bahwa pejabat dari kedua negara akan mengadakan pembicaraan formal dalam waktu dekat.
China mengklaim sekitar 90 persen wilayah Laut China Selatan, salah satu perairan tersibuk dunia dengan nilai perdagangan yang melewatinya mencapai US$5 triliun dan diyakini kaya minyak. Namun, klaim China tumpang-tindih dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.
Perjalanan Ramos "mewakili langkah konkret pertama" bagi kedua belah pihak yang bersengketa dan "dapat membuka lembaran baru dalam menyelesaikan sengketa," bunyi laporan kantor berita China, Xinhua.
"Ramos mungkin adalah pilihan terbaik untuk memecah ketegangan, karena ia adalah seorang negarawan yang dihormati secara luas, dihormati di dalam negeri dan di Asia," bunyi laporan tersebut.
Ramos menjabat sebagai presiden Filipina periode 1992-1998, ketika China menduduki Mischief Reef dan membangun infrastruktur yang saat itu disebut ditujukan untuk para nelayan.
Pada 2012, China merebut Scarborough Shoal, dan menolak akses nelayan Filipina ke wilayah pemancingan ikan dan mendorong Manila untuk mengajukan kasus arbitrase.
China mengabaikan keputusan pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, yang menyatakan bahwa tidak satupun dari terumbu karang dan pulau buatan yang didirikan China di Kepulauan Spratly membuat China berhak mengklaim zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 mil laut.
Ramos tidak merinci siapa saja "teman-teman lama" yang akan ia temui di bekas koloni Inggris itu, namun menyebutkan bahwa mereka sudah pensiun dan tidak berada dalam kapasitas resmi sebagai pejabat negara. Meski demikian, mereka dapat membantu memberikan pengaruh kepada para pemimpin China di Beijing.
"Saya masih tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perjalanan ke Beijing. Saya sudah pensiun. Saya tak akan lagi negosiasi," kata Ramos.
cnn/fn/radarriaunet.com