RADARRIAUNET.COM - “Saya sudah perintahkan Kementerian Dalam Negeri hapuskan 3.000 perda, tak perlu dikaji lagi. Nggak perlu kaji-kajian kalau mau hapuskan," kata Jokowi.
Pemerintah membatalkan ribuan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah yang dianggap bermasalah. Pemerintah menilai aturan-aturan ini menghambat upaya dalam memperbaiki kemudahan usaha dan meningkatkan daya saing nasional.
“Saya sampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri sesuai dengan kewenangannya telah membatalkan 3.143 Peraturan Daerah yang bermasalah,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keterangannya kepada wartawan di Istana Merdeka, Senin (13/6).
Sejumlah aturan yang dibatalkan ini meliputi perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi. Kemudian perda yang menghambat proses perizinan dan investasi, perda yang menghambat kemudahan usaha, dan perda yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Pembatalan ribuan perda ini sesuai dengan instruksi Jokowi agar Kementerian Dalam Negeri menghapus semua perda yang bermasalah. Bahkan dia memerintahkan, tidak perlu lagi ada kajian-kajian jika memang perda atau aturan kepada daerah menyulitkan masyarakat dan perlu dihapus.
“Saya sudah perintahkan Kementerian Dalam Negeri hapuskan 3.000 Perda, tak perlu dikaji lagi. Nggak perlu kaji-kajian kalau mau hapuskan," ujar Jokowi.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah, terdapat 3.143 Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang bermasalah dan dinilai diskriminatif dan merugikan banyak komponen masyarakat. Aturan ini menghambat kapasitas nasional dan menghambat kecepatan Indonesia untuk memenangkan kompetisi. Aturan ini bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan persatuan nasional.
Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi XII. Harapannya, paket ini dapat mendukung pencapaian target peringkat ke-40 kemudahan usaha atau Ease of Doing BusinessIndonesia versi Bank Dunia pada 2017 mendatang.
Ada 10 indikator kemudahan usaha yang saban tahun disurvei oleh Bank Dunia. Yaitu: memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, pendaftaran properti, pembayaran pajak, akses mendapatkan kredit, dan penegakan kontrak. Selain itu, akses listrik, perdagangan lintas negara, penyelesaian perkara kepailitan, dan perlindungan terhadap investor minoritas.
Secara total, jumlah prosedur dalam 10 indikator kemudahan usaha telah dipangkas sebanyak 45 prosedur, dari 94 prosedur menjadi tinggal 49 prosedur. Sedangkan jumlah izin berkurang dari 9 izin menjadi 6 izin. Adapun jumlah harinya menciut dari 1.566 hari menjadi 132 hari. Lalu, jumlah biayanya di luar biaya nilai properti dan listrik, berkurang dari Rp 92,8 juta menjadi Rp 72,7 juta.
Menurut Jokowi, paket deregulasi jilid XII ini bukan sekadar untuk mengerek peringkat kemudahan berusaha dalam survei Bank Dunia. Karena itu, meski Bank Dunia hanya melakukan survei terbatas pada wilayah DKI Jakarta dan Kota Surabaya, pemerintah menginginkan kebijakan tersebut bisa berlaku secara nasional. “Saya ingin agar semua bisa mempunyai daya saing yang kuat terhadap semua usaha di Indonesia,” ujarnya.
Sekadar informasi, survei kemudahan usaha yang dilakukan Bank Dunia tahun lalu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-109 dari 189 negara. Posisi ini tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti Singapura posisi 1, Malaysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103. Jokowi menargetkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia melonjak ke posisi-40 pada 2017.
Menyoal tentang perda bukan saja bagaimana hal itu telah menyalahi dan lain sebagainya, akan tetapi perda itu juga merupakan hasil dari otoritas suatu pemerintahan daerah. Dan mengenai produk perda yang dihasilkan itu adalah merupakan hasil dari pikiran oknum-oknum licik yang telah berpikir secara tidak rasionalitas (tidak sehat) dalam pembentukannya, perda yang mereka tetapkan itu hanya menguntungkan bagi para kelompok pencuri uang rakyat itu sendiri, yaitu melalui peraturan daerah yang mereka ciptakan bersama itu, ujar salah seorang sumber koran Harian Radar Riau yang tidak mau disebutkan namanya, Rabu (15/06/16).
Ia membeberkan lebih jauh, bahwa banyak perda yang telah diciptakan oleh kepala daerah dan legislatif, diberlakukan, dan ditetapkan bersama antara kepala daerah dan legislatif, dimana peraturan daerah (perda) yang mereka hasilkan itu dibentuk supaya mereka dapat lepas dari jeratan hukum dalam perbuatan melawan hukum dan tak sedikit produk mereka ini tanpa ada terlebih dahulu persetujuan dari Mendagri, dan akibatnya perda yang ditetapkan sepihak ini, kerap mendiskrimatif kalangan masyarakat maupun kalangan banyak pihak.
Parahnya, melalui otoritas dalam pembentukan perda ini, "bahkan ada peraturan daerah (perda) sengaja kepala daerah dan legislatif buat atau mereka ciptakan sedemikian rupa dengan intisari dari perda tersebut, bahwa dimana nantinya para pelaku praktek korupsi disuatu daerah dan meski mereka telah melakukan perbuatan mencuri uang rakyat, tetapi sedikitpun tidak ada celah bagi hukum yang dapat menjerat mereka, yaitu melalui perda yang mereka tetapkan bersama di suatu daerah tersebut." Ujarnya singkat.
katadata.co.id/radarriaunet.com