Polri Disebut Dominasi Pelanggaran Kebebasan Berekspresi

Administrator - Kamis, 12 Mei 2016 - 19:52:18 wib
Polri Disebut Dominasi Pelanggaran Kebebasan Berekspresi
Polri disebut sebagai pelindung aksi pengekangan terhadap kebebasan hak sipil warga negara. cnn
RADARRIAUNET.COM - Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) mencatat, jumlah pelanggaran kebebasan berkumpul dan berpendapat terhadap warga negara Indonesia terus meningkat. Sejak awal 2016, terjadi empat hingga lima pelanggaran dalam sebulan di mana Polri merupakan aktor pengekangan yang paling dominan.
 
"Polisi disorot karena seharusnya bukan menjadi pelaku pelanggaran itu sendiri, melainkan menjadi pelindung. Persoalannya, pelaku di lapangan ini bukan aktornya," kata Koordinator Regional Safenet, Damar Juniarto, di kantor LBH Jakarta, Kamis (12/5).
 
Selain kepolisian, kata Damar, organisasi masyarakat seperti Front Pembela Islam, Front Anti Komunis Indonesia dan Forum Umat Islam juga tercatat sebagai pelanggar hak kebebasan berekspresi dan berkumpul.
 
Damar menyebutkan, sejak Januari 2015 hingga Mei 2016, telah terjadi 41 pelanggaran atas hak kebebasan berkumpul dan berekspresi. Hal ini, menurutnya, menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap demokrasi.
 
Damar mengatakan, pelanggaran tersebut paling banyak terjadi di ranah kesenian dan ilmiah. Bentuk tindakan yang sering dilakukan di antaranya pelarangan, pembubaran, intergasi intimidasi, teror dan swasensor, hingga penangkapan. 
 
"Kegiatan pemutaran film menjadi acara yang paling banyak mendapat larangan, intimidasi sampai pembubaran paksa," ujar Damar. 
 
Beberapa kasus pelarangaan misalnya terjadi pada saat pemutaran film Senyap, Alkinemokiye, Samin vs Semen dan Pulau Buru Tanah Air Beta. 
 
Selain pemutaran film, kegiatan yang banyak dilarang di antaranya pertunjukan, pertemuan, diskusi, penerbitan, dan kunjungan ke makam.
 
Damar menilai, pelarangan dan pembubaran paksa pada bentuk kegiatan seni, ilmiah dan kebebasan berekspresi merupakan pelanggaran serius pada hak sipil masyarkat yang dijamin oleh konstitusi.
 
Pasal 28 UUD 1945 secara jelas menyatakan setiap warga negara mempunyai hak untuk berkumpul, berpendapat, berekspresi dan mengakses informasi.
 
Selain itu pihaknya juga mencatat Kota Yogyakarta sebagai daerah yang paling rawan dan sering terjadi pelanggaran kebebasan berkumpul dan berpendapat. 
 
Kasus terbaru yaitu pembubaran paksa pelaksanaan World Press Freedom Day 2016 di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. Mereka dibubarkan karena melakukan pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta.
 
"Kondisi terkini, sekretariat AJI diminta pindah dan anggota AJI Yogyakarta dibuntuti gerak-geriknya oleh polisi," kata Damar. 
 
 
RRN/cnn/ Alex harefa