Soal Transportasi Online, UU Lalu Lintas Tak Perlu Diubah

Administrator - Kamis, 24 Maret 2016 - 12:52:01 wib
Soal Transportasi Online, UU Lalu Lintas Tak Perlu Diubah
Pengamat perkotaan, Dharmaningtyas, mengatakan transportasi berbasis daring harus mengikuti aturan yang sudah ada. Ant
Jakarta (RRN) - Aturan yang mengatur soal lalu lintas yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan dinilai tidak perlu mengikuti keberadaan transportasi online. Sebaliknya, transportasi berbasis daring yang harus mengikuti aturan yang sudah ada.
 
Pengamat perkotaan, Dharmaningtyas, mengatakan UU LLAJ disusun berdasarkan semangat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik secara nasional maupun internasional. Karenanya tidak perlu ada perubahan dalam UU LLAJ.
 
"Menurut saya yang harus menyesuaikan itu bukan UU LLAJ terhadap teknologi. Tapi perkembangan teknologi ini terhadap UU LLAJ," kata Dharmaningtyas dalam diskusi bertema Pro Kontra Transportasi Online di Universitas Moestopo, Jakarta Selatan, Kamis (24/3).
 
Dia menilai Undang-Undang tidak akan bisa mengikuti cepatnya perkembangan teknologi. Sehingga, UU LLAJ tidak bertentangan dengan perkembangan teknologi.
 
"UU kan tidak bisa berubah setiap saat. Kalau ada aplikasi teknologi dan akan dipakai untuk sektor transportasi umum maka mau tidak mau harus menyesuaikam UU yang ada. Jangan dibalik," tuturnya.
 
Dia mengimbau agar perusahaan aplikasi yang menaungi transportasi online segera mengurus izin usahanya. Dia juga meminta agar Presiden memerintahkan kementerian terkait untuk mempercepat izin tersebut agar polemik keberadana transportasi online segera berakhir.
 
"Karena kalau mengurus ijin badan hukum normalnya rata-rata 3-6 bulan," ujarnya.
 
Pada Selasa (22/3), beberapa organisasi yang menaungi angkutan umum di DKI Jakarta, menggelar unjuk rasa besar-besaran. Organisasi tersebut antara lain Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD), Forum Komunikasi Masyarakat Penyelenggara Angkutan Umum (FK MPAU) DKI Jakarta dan Koperasi Wahana Kalpika (KWK).
 
PPAD menuntut pemerintah untuk membekuan perusahaan aplikasi yang menjadi perantara beroperasi angkutan ilegal seperti Grab Car dan Uber Car.
 
Mereka menilai perusahaan aplikasi tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan.
 
Sementara, FK MPAU menuntut agar pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta memberhentikan penangkapan dan pengandangan uang dilakukan oleh petugas Dishub DKI Jakarta.
Lihat juga:Melihat Cara Singapura dan AS Berdamai dengan Taksi Online
Mencabut Surat Edaran BPTSP Nom3460/-1.818/1 tentang Pemberian Izin Operasi dan Pengawasan terhadap Angkutan Umum tanggal 14 Desember 2015.
 
Revisi Perda Nomor 5 Tahun 2014 mengenai Batas Usia Kendaraan Angkutan dan Hapus Transportasi Ilegal.
 
KWK juga menuntut pemerintah untuk menolak keberadaan transportasi yang berbasis aplikasi. Aksi dilakukan sebagai bentuk solidaritas antara sesama pengemudi angkutan umum yang resmi dan legal. 
 
yul cnn/ rrn