Jakarta (RRN) - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri hari ini memeriksa Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, hari ini terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI Jakarta 2014.
"Pakar Hukum Tata Negara, MK (Margarito) diperiksa sebagai saksi kasus UPS," kata Kepala Bagian Analisis dan Evaluasi Komisaris Besar Hadi Ramdani di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (17/4).
Kepada penyidik, Margarito menjelaskan anggota DPRD memiliki hak untuk mengusulkan dan menyatakan pendapat dalam pembahasan APBD. Karena itu, maka tidak ada yang salah dengan pengusulan mereka.
"Toh setelah diusulkan harus dibahas bersama dengan pemerintah dan disetujui bersama," kata Margarito.
Setelah disetujui bersama barulah disiapkan Peraturan Daerah APBD untuk disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri. Jika kementerian berpendapat rancangannya bertentangan dengan Undang-Undang, maka rancangan tersebut dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi untuk dibahas bersama DPRD.
Jika ada kesalahan prosedur pada proses tersebut, kata Margarito, maka hal itu menimbulkan konsekuensi hukum yang bersifat administrasi. Sifat administrasi ini baru berubah menjadi tindak pidana korupsi dengan catatan tertentu.
Menurut Margarito, kesalahan prosedur, tidak serta merta menimbulkan tindak pidana korupsi.
Lihat juga:Alex Usman Divonis Enam Tahun Penjara, Tak Ajukan Banding
"Bila pengusulan itu dilakukan oleh anggota DPRD karena dia diberi uang atau setelah diusulkan itu mereka diberi uang, barulah dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi," katanya.
Margarito tidak menilai apakah dalam kasus ini terjadi tindak pidana korupsi atau tidak.
Namun, fakta persidangan bekas Kepala Seksi Sarana Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman mencatat ada permintaan fee oleh anggota DPRD dalam proses pengadaan yang dipermasalahkan.
Dalam sidang disebutkan anggota Komisi E DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura Fahmi Zulfikar--yang kini berstatus tersangka--meminta jatah commitment fee sebesar tujuh persen dari pagu anggaran sebesar Rp300 miliar untuk memperjuangkan pengadaan UPS pada APBD Perubahan 2014.
Permintaan itu disampaikan oleh Fahmi saat melakukan pertemuan pertama dengan Alex di sebuah hotel. Di sana, sudah dibahas untuk meloloskan anggaran pengadaan tersebut.
Pengajuan permohonan anggaran untuk pengadaan UPS ini tidak ada di dalam APBD 2014. Yang dibutuhkan SMA dan SMK di Jakarta Barat, sebenarnya adalah perbaikan jaringan listrik untuk sarana dan prasarana belajar mengajar.
Dalam kasus ini, Fahmi juga melibatkan bekas Ketua Komisi E Firmansyah--yang juga telah berstatus tersangka--dengan cara mengajukan pengadaan UPS pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini penyidik juga telah menjerat bekas Kepala Seksi Sarana Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zaenal Soleman dan bos Ofistarindo Adhiprima Harry Lo. Mereka diduga bersekongkol untuk mengadakan UPS pada ABPD Perubahan 2014, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp160 miliar.
yul cnn/ alx