RADAR TIONGHOA - Upacara kematian terdiri dari 4 tahap yaitu sebelum masuk peti, upacara masuk peti, penutupan peti dan upacara pemakaman.
1. Belum Masuk Peti
Semenjak terjadinya kematian, anak cucu sudah harus membakar kertas perak ( uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal
Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujug lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
Di sisi kira dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
2. Upacara Masuk Peti dan Penutupan Peti
Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu.
Anak laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni.
Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni.
Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak peremupuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala.
Cucu hanya memakai blacu,sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru.
Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah lepas dari berkabung.
Mayat harus diangkat oleh anak laki-laki. Sementara itu anak perempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak di bawah peti mati.
Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti. Bila kurang banyak yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan malam.
Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh Cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu.
Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satu syarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan kaca yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati.
Menurut kepercayaan adat Tionghoa, pada hari ketuju almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
Bagi anak cucu yang kaya, mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum.
Semua harus terbuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebihan termasuk adanya pembantu rumah tangga.
Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum ketika masih hidup
Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
3. Upacara Pemakaman
Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh Cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan
Sesudah menyembah ( soja ) dan berlutut ( kui ) , mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis.
Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutu menghadap orang yangmengantar jenazah.
Setiba di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi agar mau menerima jenazah dan arwah almarhum sambil membakar uang akhirat.
Setiba di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang, sekedar melupakan wajah almarhum
4. Upacara sesuah Pemakaman
Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang diikatkan di lengan atas kiri.
Waktu perkabungan berlainannya lamanya, tergantung siapa yang meninggal. (infotionghoa/fn)