JAKARTA (RRN) - Pertempuran besar memuncak di kota Kunduz, utara Afghanistan, Rabu (30/9). Tentara Afghanistan, dibantu oleh pasukan udara Amerika Serikat, masih terus menggempur pemberontak Taliban yang tiga hari lalu telah membuat satu keberhasilan besar dalam 14 tahun terakhir.
Taliban merebut Kunduz usai menggempur kota itu Senin lalu. Inilah kemunduran terbesar Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, sejak dirinya menjabat selama setahun, sekaligus serangan paling buruk pasca pasukan asing ditarik dari Afghanistan akhir tahun lalu.
Kunduz merupakan salah satu kota terakhir yang direbut dari Taliban ketika Afghanistan menggulingkan kelompok itu tahun 2001, beberapa minggu setelah tragedi 11 September oleh pemimpin al-Qaidah, Osama bin Laden, yang kala itu bersembunyi di Afghanistan.
Juru bicara kepolisian Kunduz, Sayed Sarwar Hussaini, mengatakan tentara asing bergegas membantu pasukan Afghanistan via darat dan udara setelah Selasa tengah malam, dan bahwa mereka telah menguasai markas polisi di Kunduz.
Menurut dia, pejuang Taliban juga telah dipukul mundur di beberapa area sekitar bandara, serta wilayah lainnya di dalam kota yang telah diamankan.
"Ratusan tentara Taliban tewas dan jasad mereka ada di jalanan... sekarang pertempuran masih berlangsung di kota," tutur Hussaini lewat telepon, dilansir dari Reuters.
Badan intelijen Afghanistan menyatakan Selasa lalu, serangan udara telah menewaskan Mawlawi Salam, gubernur bayangan Taliban untuk Provinsi Kunduz, dan 15 orang lainnya di tepi wilayah bandara, namun laporan ini belum dapat diverifikasi.
Pasukan keamanan Afghanistan telah berjuang memberantas para pemberontak ini sendirian setelah tentara asing hengkang dari negara itu. Direbutnya Kunduz, meskipun sejenak, membuktikan kesuksesan besar Taliban sejak sempat tumbang.
Selasa kemarin, militer Amerika Serikat melancarkan serangan udaranya di Kunduz yang telah panas sejak Senin.
Kalau pun akhirnya gagal, baku hantam di Kunduz ini nampaknya akan kembali menghidupkan semangat para pemberontak yang sempat dikabarkan pecah beberapa bulan lalu pasca pendirinya, Mullah Mohammad Omar, meninggal dua tahun lalu.
Peristiwa ini pun menjadi bukti kembali bersatunya mereka di bawah pemimpin baru, Mullah Akhtar Mansour pada Juli, yang dilaporkan memicu kemarahan banyak tokoh kunci Taliban. (stu/fn)