RADAR BISNIS - Pemerintah akan melonggarkan prosedur perpanjangan izin pertambangan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Masa pengajuan perpanjangan izin kontrak akan diperpanjang, dari saat ini dua tahun sebelum kontrak habis menjadi 10 tahun sebelum kontrak habis.
Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, salah satu diktum PP Nomor 77 Tahun 2014 yang akan diubah adalah batas waktu pengajuan perpanjangan izin pertambangan. Dia menilai aturan saat ini yang mensyaratkan pengajuan perpanjangan izin baru bisa dilakukan dua tahun sebelum habis masa kontrak sudah tidak logis.
"Dari awal saya lihat tidak logis jika pengajuan (perpanjangan izin) baru bisa dilakukan dua tahun sebelum habisnya kontrak. Apalagi jika perusahaan ingin menanamkan investasi dalam jumlah yang besar. Jadi PP ini akan direvisi," ujar Sudirman di Jakarta, Senin (14/9).
Teguh Pamudji, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM menjelaskan pemerintah akan memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang logam untuk bisa mengajukan perpanjangan izin mulai dari 10 tahun sebelum habisnya kontrak hingga paling lambat dua tahun sebelum habisnya kontrak.
•
Sedangkan untuk perusahaan tambang non logam, lanjut Teguh, pengajuan perpanjangan izin bisa dilakukan mulai 5 tahun sebelum habisnya kontrak hingga paling lambat 2 tahun sebelum habisnya kontrak
"Jadi subtansi yang ingin dicapai adalah mendorong investasi. Apalagi sudah ada beberapa perusahaan yang telah mengajukan perpanjangan izin," ujarnya.
Kementerian ESDM mencatat saat ini terdapat beberapa perusahaan pemegang kontrak karya (KK) yang telah mengajukan perpanjangan izin ke Menteri ESDM, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara serta PT Vale Indonesia Tbk.
Teguh mengatakan Kementerian ESDM telah mengambil sejumlah keputusan mengenai mekanisme perpanjangan izin pertambangan Freeport. Salah satunya adalah perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu diperbolehkan mengajukan pemperpanjang izin pertambangannya tanpa harus melewati mekanisme Wilayah Pencadangan Nasional (WPN) sesuai dengan PP 77 Tahun 2014.
"Sudah diputuskan dan tidak harus menunggu kontrak habis. Ini untuk memberikan kemudahan usaha, artinya langsung dijadikan IUP (izin Usaha Pertambangan Khusus)," tuturnya.
(ags/fn)
Siap-siap, Pertamina Bakal Luncurkan LPG 5,5 Kilogram
RADAR BISNIS Demi memperluas segmen pasar, manajemen PT Pertamina (Persero) akan merilis varian terbaru dari gas minyak bumi cair atau liquefied natural gas (LPG) bulan depan. Dengan memiliki bobot bersih 5,5 kilogram (kg), diharapkan produk tersebut mampu menekan angka penjualan LPG 3 kg yang saat ini masih disubsidi.
"Tunggu bulan depan. Saya lagi survei logo, warna, dan bentuk tabungnya. Mau sedikit ramping atau gemuk. Ya kita akan tanya customer," ujar Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang di Jakarta, Senin (14/9).
Bambang meyakini, adanya peluncuran varian LPG baru dari Pertamina dapat mengambil atensi konsumen khususnya masyarakat yang memiliki strata ekonomi di kelas menengah-atas. Selain itu, katanya diluncurkannya LPG 5,5 kg juga dimaksudkan guna menciptakan persaing yang sehat di dalam penjualan LPG kelas tersebut.
Ini mengingat LPG dengan bobot tersebut baru dijual oleh PT Blue Gas Indonesia dengan produk bernama Blue Gaz.
"Pertama kami ingin produk ini (diserap) oleh penghuni apartemen yang enggak ada jaringan pipa gas. Kan kalau bawa 12 kg berat, sementara kalau 3 kg bukan kelasnya. Kedua, pesaing kami jual 5,5 kilo Blue Gaz kan mahal," tutur pria yang akrab dipanggil Abe itu.
Jika tak ada halangan, Bambang bilang penjualan varian LPG Pertamina dengan bobot 5,5 kg akan dilepas untuk pasar Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Meski begitu, ia masih enggan membeberkan secara rinci mengenai pengenaan harga untuk varian LPG terbarunya itu kendati beredar rumor bahwa produk tersebut akan dilego pada level Rp 80 ribu per tabung.
"Makin rendah, makin bagus, biar orang pindah dulu. Sasarannya kan menengah lantaran sekarang itu mereka banyak pakai LPG 3 kg,” tandas Bambang.
Di sisi lain, rencana pemerintah menerapkan distribusi tertutup terhadap penjualan gas elpiji 3 kilogram (kg) dipastikan molor. Dari target pelaksanaan yang sedianya bisa diimplemetasikan pada Juni kemarin, nyatanya program tersebut belum juga dimulai hingga ahir Juli kemarin.
"Upaya koordinasi dan verifikasi data baru akan dimulai Agustus. Jadi saat ini belum ada upaya identifikasi. Belum ada verifikasi data juga," ujar Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Setyorini Tri Hutama di Jakarta, belum lama ini. (gir/gir/fn)