WALHI Desak Kejaksaan Telusuri Korupsi dalam Proses Pemutihan Sawit di Kawasan Hutan Setelah Penggeledahan KLHK

Administrator - Ahad, 23 Februari 2025 - 19:21:41 wib
WALHI Desak Kejaksaan Telusuri Korupsi dalam Proses Pemutihan Sawit di Kawasan Hutan Setelah Penggeledahan KLHK
Ilustrasi gedung Kementerian LHK (foto sumber WALHI)

RadarRiaunet | Jakarta  – Setelah penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak agar Kejaksaan segera mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proses pemutihan sawit di kawasan hutan. Kasus ini mencuat seiring dengan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola perkebunan sawit antara 2016 hingga 2024, yang melibatkan kebijakan kontroversial di dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Pemutihan sawit yang dilakukan melalui Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta Kerja dianggap sebagai celah bagi praktik korupsi yang merugikan negara dan merusak lingkungan. WALHI menilai bahwa kebijakan ini, yang memberikan amnesti kepada perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi secara ilegal dalam kawasan hutan, telah menimbulkan banyak kerugian, baik dari segi ekologis maupun ekonomi.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, menyatakan bahwa kebijakan ini sangat tidak transparan, dengan berbagai proses yang tidak jelas, mulai dari penggunaan data yang tidak terverifikasi, hingga kebijakan yang meringankan kewajiban perusahaan untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya menjadi kewajiban mereka. Di samping itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan baru yang semakin memperingan tanggung jawab korporasi, yakni SK Menteri LHK Nomor SK.661, yang memungkinkan perhitungan PSDH dan Dana Reboisasi menjadi jauh lebih kecil daripada yang seharusnya, menguntungkan perusahaan-perusahaan besar.

Data terbaru dari KLHK menunjukkan bahwa ada sekitar 1.679 unit perkebunan sawit yang beroperasi dalam kawasan hutan tanpa izin, dengan total luas 1.679.797 hektare. Dari angka ini, sebagian besar kebun diduga milik perusahaan besar, termasuk grup-grup besar seperti Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, dan lainnya. Bahkan, hingga saat ini, proses pemutihan lebih diutamakan untuk kebun milik korporasi, sementara kebun milik masyarakat dan koperasi jauh tertinggal.

Dalam keterangan lebih lanjut, Uli Arta menambahkan, “Meski penggeledahan ini terlambat, tindakan Kejaksaan dalam menindaklanjuti kasus ini patut diapresiasi. Namun, Kejaksaan harus segera menginvestigasi lebih dalam dan memeriksa korporasi yang terlibat dalam pemutihan sawit, karena hal ini berpotensi memperburuk kerusakan lingkungan dan menambah beban perekonomian negara.”

WALHI juga menekankan pentingnya Kejaksaan untuk memperhatikan dampak jangka panjang dari kebijakan ini, yang tidak hanya merusak hutan dan keanekaragaman hayati, tetapi juga memicu konflik sosial dan kerusakan fungsi hidrologis, seperti banjir dan longsor, yang semakin membahayakan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

[]