RadarRiaunet | Jakarta – Mahkamah Agung (MA) Indonesia telah mengambil keputusan penting dengan membekukan berita acara sumpah advokat dari dua pengacara ternama, Razman Arif Nasution dan M Firdaus Oiwobo. Dengan pembekuan ini, kedua advokat tersebut tidak lagi dapat menjalankan praktik hukum di pengadilan. Keputusan ini diambil setelah terungkapnya insiden kericuhan yang terjadi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada awal Februari 2025.
Juru bicara MA, Yanto, mengonfirmasi bahwa keputusan pembekuan ini berdasarkan telaah atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat serta perbuatan yang dilakukan oleh kedua pengacara tersebut. “Dengan dibekukannya berita acara sumpah advokat atas nama Razman Arif Nasution dan M Firdaus Oiwobo, maka mereka tidak dapat lagi menjalankan praktik di pengadilan,” ungkap Yanto dalam keterangan persnya, Kamis (13/2/2025).
Pembekuan sumpah advokat Razman Arif Nasution berlandaskan penetapan dari Ketua Pengadilan Tinggi Ambon, sementara M Firdaus Oiwobo mengacu pada penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten. MA menegaskan bahwa keputusan ini diambil untuk menjaga maruah dan wibawa pengadilan, serta menegakkan integritas sistem peradilan di Indonesia.
Insiden yang memicu pembekuan ini terjadi pada Kamis, 6 Februari 2025, saat sidang perkara terdakwa Razman Arif Nasution di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Razman, yang sedang berstatus terdakwa, diduga berteriak keras ke arah hakim dan mendekati Hotman Paris yang hadir sebagai saksi dalam persidangan. Dalam insiden tersebut, M Firdaus Oiwobo, pengacara Razman, terlihat berdiri di atas meja ruang sidang. Aksi keduanya terekam kamera dan menjadi perhatian publik. Kejadian ini akhirnya dilaporkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Bareskrim Polri.
Keputusan MA ini juga mengingatkan seluruh pengadilan di bawah naungan Mahkamah Agung untuk tetap berpedoman pada hukum acara dan teknis yudisial, serta menanggapi setiap ancaman atau intimidasi dengan tegar dan konsisten. “Pimpinan Mahkamah Agung mengingatkan agar para hakim dan ketua majelis tetap teguh dalam menjalankan tugas mereka, tanpa terpengaruh ancaman dan intimidasi dari siapapun. Mereka diharapkan dapat mengoptimalkan pengamanan internal dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menjaga keamanan persidangan,” ujar Yanto.
Keputusan ini dipandang sebagai langkah penting dalam menjaga kredibilitas dan wibawa lembaga peradilan, sekaligus memberi sinyal tegas terhadap ketidakpatuhan terhadap tata tertib dan norma-norma yang berlaku dalam proses peradilan di Indonesia.
(**)