Pekanbaru: Jumlah penyandang autis di Indonesia tiap tahunnya terus meningkat terkhusus di Riau, itu dapat dilihat dari daftar tamu di sekolah-sekolah ataupun tempat terapi di Riau. Akan tetapi jumlah guru dan terapis berpendidikan khusus sangatlah terbatas.
Masalah lain, pandangan negatif dan penolakan masyarakat terhadap penyandang autis masih kuat dan juga ditambah kurangnya kepercayaan diri orang tua atau keluarga yang memiliki anak autis.
Salah seorang terapis anak berkebutuhan khusus Riau Hasratman S.Psi, mengatakan sejauh ini terapis yang banyak menangani adalah Sarjanawan dari lulusan Psikologi, Fisioterapi, Okupasi Terapi, Terapi Wicara dan Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Jumlah terapis anak berkebutuhan khusus di wilayah Riau yang terdata kurang lebih mencapai 80 orang, lebih separuhnya berada di Kota Pekanbaru. Masih banyak kabupaten/kota seperti Taluk Kuantan, Kampar, Rohul dan Kabupaten lainnya belum memiliki terapis anak berkebutuhan khusus yang cukup meski jumlah penyandang autis cukup banyak. "Sejauh ini yang saya ketahui belum ada data pasti mengenai jumlah penyandang autis terkhusus di Riau", tambah Hasratman.
Autisme terdeteksi pada semua etnis dan ras,namun autisme pada anak laki-laki 4-5 kali lebih besar dibandingkan anak perempuan. Menurut Hasratman, S.Psi, Komunitas Peduli Anak Autis (KPAA) bersama pengusaha (Donatur) pernah beberapa kali menyelanggarakan pelatihan bagi terapis yang tergabung dalam Komunitas Peduli Anak Autis (KPAA) agar mampu mendeteksi ciri-ciri autisme.
Persoalannya terapis masih menemukan kesulitan akibat kurangnya informasi yang didapatkan secara utuh dari orang tua ataupun keluarga.
Terapis yang memiliki kemampuan memadai saat ini juga masih sangat kurang. Agar anak mendapat terapi yang baik, orang tua juga perlu menanyakan secara rinci pendidikan dan pelatihan yang dimiliki seorang terapis yang melatih anak mereka.
Jenis terapi yang diberikan tergantung pada kebutuhan penyandang autis. Hal itu misalnya, terapi wicara bagi yang sulit berkomunikasi dan terapi prilaku bagi anak yang tingkah lakunya tidak terkendali. Yang kami ketahui biaya terapi penyandang autis di Riau relatif mahal. Yang membuat orang tua enggan mengantarkan anaknya untuk terapi.
Yang mana berdasarkan Undang-undang dasar 1945, jelaskan menyatakan bahwa setiap anak wajib mendapatkan pendidikan dimanapun berada.
Hal serupa juga terjadi pada guru di sekolah, yang menerima anak-anak autis. Kemampuan guru untuk mendidik anak berkebutuhan khusus masih kurang. Akibatnya, banyak sekolah khusus penyandang autis tidak berbeda dengan sekolah umum.
RRN/Hasrat