Viral Isu Jokowi Hapus Pelajaran Agama Dibantah Pemerintah

Administrator - Rabu, 06 Maret 2019 - 16:22:47 wib
Viral Isu Jokowi Hapus Pelajaran Agama Dibantah Pemerintah
Ilustrasi hoaks. cnni pic

Jakarta: Isu penghapusan pelajaran agama dari sekolah oleh rezim Joko Widodo kembali mencuat setelah viralnya video emak-emak berpakaian dengan logo PKS kampanye door to door di Makassar, Sulawesi Selatan.

Hal itu dibantah oleh pemerintah karena pendidikan agama justru tengah ditingkatkan kualitasnya dan diatur secara resmi.

Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, seorang ibu yang mengenakan hijab dan baju berwarna jingga terekam sedang berada di rumah warga. Pada bagian lengannya tampak rangkaian logo berupa dua bulan sabit dan kapas dengan dasar kain hitam, mirip logo PKS.


Ia kemudian bicara soal alasan memilih "Prabowo". Yakni, semua pihak harus memikirkan nasib agama anak-anak. Sang emak-emak kemudian mulai bicara nasib pendidikan agama di sekolah.

"Walau kita yang tidak menikmati, periode 5 tahun, 10 tahun yang akan datang ini, apakah kita mau pelajaran agama dihapuskan oleh Jokowi bersama ininya, menteri-menterinya? Itu kan salah satu program mereka," ujar sang ibu, seperti sitat CNN Indonesia.


Dia merinci sejumlah program Jokowi itu. Selain menghapus pendidikan agama dari sekolah-sekolah, ia menyebut Jokowi akan menjadikan pesantren sebagai sekolah umum.

Saat dikonfirmasi, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengaku belum mengetahui isi video tersebut dan belum mau berkomentar soal itu.

"Kami belum tahu ada video itu. Nanti kita coba liat dulu," kata dia seperti sitat CNNIndonesia.com, Rabu (6/3/2019).


Menanggapi video viral itu, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa tidak mungkin menghapuskan pendidikan agama dari kurikulum sekolah.

"Di negara sekuler seperti Inggris dan sejumlah negara Eropa Barat, bahkan pelajaran agama wajib di sekolah, baik di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (public schools) apalagi di sekolah yang diselenggarakan oleh gereja (faith based schools)," tuturnya, dikutip dari situs kemenag.go.id, Selasa (5/3).

"Apalagi di Indonesia, negara bangsa yang dikenal sangat religius, mustahil pelajaran agama dianggap tidak penting, dan akan dihilangkan," lanjutnya.


Pihaknya justru terus berupaya meningkatkan akses dan mutu pendidikan agama. Misalnya, pengembangan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) di berbagai provinsi.

"Saya justru optimis, pendidikan agama ke depan di Indonesia akan semakin kuat dan berkualitas," ucap dia.

Tak hanya itu, Kamaruddin juga menyebut pemerintah makin mengembangkan pendidikan pesantren.

"Pesantren salafiyah dan ma'had aly [perguruan tinggi di pesantren] juga kita rekognisi dalam bentuk penyetaraan atau muadalah. Pemerintah juga siapkan RUU Pesantren untuk memberikan afirmasi dan rekognisi bahkan fasilitasi pada tradisi dan kekhasan keilmuan di pesantren," ia menambahkan.


Diketahui, isu penghapusan pendidikan agama dari sekolah bermula dari pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (13/6/2017).

Ketika itu, ia mengutarakan soal wacana penerapan konsep full day school dengan waktu belajar lima hari per pekan dan 8 jam per hari. Pelajaran agama untuk siswa pun, kata dia, dapat dilakukan tak cuma di kelas, tapi bisa juga di masjid, madrasah, maupun rumah ibadah ataupun mendatangkan guru madrasah ke sekolah.

Pihaknya pun akan mengatur teknis agar pendidikan agama di luar kelas atau sekolah itu disinkronkan dengan kurikulum.


"Sekolah lima hari tidak sepenuhnya berada di sekolah. Siswa hanya beberapa jam di dalam kelas dan sisanya di luar kelas," ujar Muhadjir

Sejumlah pemberitaan kemudian langsung menyebut bahwa pendidikan agama akan dihapuskan.

Pihak Kemendikbud sendiri sudah membantahnya. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (Ka BKLM) Kemendikbud Ari Santoso, dalam siaran pers di situs kemendikbud, menepis konsep full day school itu akan menghapuskan pendidikan agama.


Selain itu, ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017, yang mengatur bahwa sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama religiusitas atau keagamaan.

"Justru pendidikan keagamaan yang selama ini dirasa kurang dalam jam pelajaran pendidikan agama akan semakin diperkuat melalui kegiatan ekstrakurikuler," kata dia, seperti sitat CNN Indonesia.

Namun, isu itu kemudian telanjur digarap oleh pihak oposisi dan menjadikannya bahan kampanye, terutama, di media sosial dan grup percakapan, hingga saat ini.


RRN/CNNI