RADAR BISNIS - Peneliti Institute of Development and Economic Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan bahwa serapan anggaran pemerintah rendah karena mekanisme untuk pencairan anggaran yang masih terlalu birokratis. Selain itu, dana alokasi khusus (DAK) yang ditransfer ke daerah terlalu kaku penggunaannya.
"Dana-dana tranfer ke daerah itu kan tidak ada fleksibilitas. Dana transfer ke daerah terkoneksi dengan belanja K/L yang menaungi, misalnya DAK (Dana Alokasi Khusus) dari Kementerian PUPR, DAK dari Kemendikbud, dan sebagainya. Ini yang harus diselesaikan," ujar Enny usai diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Di samping itu, tidak ada sasaran jelas yang ingin dicapai dari anggaran-anggaran yang digelontorkan. Akibatnya, realisasi anggaran tidak efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
"Tidak ada indikator yang kongkrit dan terukur. Misalnya daerah dapat dana sekian triliun, dana itu kan harus jelas output dan outcome-nya. Yang terjadi sekarang adalah dana-dana ini hanya sekedar menjadi proyek," tuturnya.
Supaya penggunaan anggaran lebih terasa manfaatnya, Enny meminta pemerintah membuat indikator yang jelas dari setiap program yang dilaksanakan. "Misalnya kalau hanya untuk irigasi tapi tidak ada target berapa kenaikan produktivitas pertanian, yang dibangun hanya irigasi nggak jelas, yang penting ada pembangunan irigasi," ucapnya.
Selain diberi indikator yang jelas, DAK untuk daerah juga harus lebih fleksibel. Dengan cara seperti itu, dirinya yakin serapan anggaran pemerintah bisa lebih tinggi sekaligus lebih efektif.
"Kalau ada indikator jelas, dana-dana transfer ke daerah akan efektif. Jadi di satu sisi daerah harus diberi fleksibilitas, tapi juga harus diberi indikator yang jelas," pungkasnya. (rrd/rrd/fn)