Jakarta: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyebut vonis kepada juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Dhani Prasetyo, sebagai bentuk lonceng kematian demokrasi dan bukti bahwa hukum hanya tajam ke lawan politik.
Diketahui, Dhani divonis 1,5 tahun penjara (18 bulan) karena konten media sosialnya yang memuat ujaran kebencian.
"Demokrasi hanya bisa berjalan dengan baik jika hukum berlaku adil. Itulah yang absen hari ini. Hukum yang tidak adil dan tebang pilih adalah lonceng kematian bagi demokrasi," kicaunya, dalam akun Twitter-nya,seperti sitat CNN Indonesia, Rabu (30/01/2019).
Ia menyebut nuansa ketidakadilan dalam kasus ini bisa dibuktikan lewat sejumlah perbandingan kecepatan penanganan laporan. Ia sendiri mengaku sudah melaporkan lusinan kasus. Misalnya, pelaporan kasus ujaran Bupati Boyolali kepada Prabowo Subianto.
"Hingga hari ini, misalnya, kasus makian Bupati Boyolali kepada calon presiden kami, Pak @prabowo tidak ada tindak lanjutnya," ujar Fadli.
Seperti diketahui, Bupati Boyolali Seno Samodro pernah melempar umpatan 'asu' kepada Prabowo saat merespons pernyataan capres nomor urut 02 tersebut mengenai 'tampang Boyolali'. Seno, yang juga merupakan politikus PDIP itu, lantas dilaporkan ke polisi oleh sejumlah elite dan simpatisan Partai Gerindra.
Atas fakta itu, Fadli menyebut pantas publik melihat vonis atas Dhani tak semata penegakan hukum, tapi juga berbicara mengenai kepentingan politik. Terlebih, katanya, Dhani berada di barisan oposisi, yang juga caleg DPR RI dari Partai Gerindra untuk daerah pemilihan Jawa Timur.
"Aparat terbukti tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum. Hukum hanya tajam kepada lawan politik, tapi tumpul kepada kawan sehaluan," cetus dia.
"Aspek keadilan dan integritas penegakan hukum di bawah pemerintahan Presiden @jokowi memang benar-benar mengganggu perjalanan demokrasi kita," Fadli menambahkan.
Fadli menyebut tuduhan ujaran kebencian yang disangkakan kepada Ahmad Dhani sangat prematur dan dipaksakan. Baginya, hal itu merupakan bentuk "kriminalisasi bahasa".
"Bagaimana bisa sebuah pendapat politik yang dilontarkan dengan gaya sarkastik, sebuah ekspresi bahasa yang biasa digunakan dalam retorika, dihakimi dengan tuduhan ujaran kebencian?," tulis Fadli.
"Mempublikasikan pendapat di media sosial rawan dipidanakan. Jika begitu, horor betul masa depan kebebasan berpendapat dan mengemukakan pikiran di negeri kita," aku dia.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (28/1) menjatuhkan hukuman satu tahun enam bulan penjara kepada musisi Ahmad Dhani Prasetyo dalam kasus ujaran kebencian.
Kasus tersebut berjalan sejak Juli 2017. Dhani dilaporkan oleh Jack Boyd Lapian atas cuitannya pada Maret 2017 di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST. Akun tersebut berisi unggahan 'Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP'.
RRN/CNNI