Jakarta: Pernyataan seseorang dapat bebas dari jerat pidana bila mengembalikan uang hasil dugaan korupsi disebut hanya pernyataan pribadi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto.
Hal tersebut diungkap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto saat ditemui awak media setempat di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan.
"Saya sudah meminta petunjuk ke Kabareskrim apa yang dimaksud beliau. Jadi itu adalah pernyataan pribadi dari beliau yang memang perlu dikaji lebih dalam," kata Setyo, Jumat (2/3).
Sebelumnya, Ari mengatakan dalam Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan Kejaksaan Agung tertuang poin bahwa perkara oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan jika mengembalikan uang yang diduga berasal dari tindak pidana.
"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta dikutip dari cnnindonesia.com, Rabu (28/2).
Setyo pun menerangkan, maksud dari pernyataan Ari itu adalah terkait biaya penanganan perkara korupsi yang kerap lebih besar dibandingkan dengan total kerugian negara hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurutnya, Ari berpendapat negara akan mengalami kerugian bila melanjutkan penanganan perkara yang seluruh kerugian negaranya telah dikembalikan tersangka.
"Biaya penuntutan, yang indeksnya per kasus korupsi itu sekitar Rp208 juta. Misalnya, korupsi hanya Rp100 juta, tetapi biaya penyidikannya Rp200 juta, malah negara rugi. Padahal, uang negara yang Rp100 juta sudah dikembalikan," tuturnya.
Setyo mengatakan pendapat pribadi Ari ini juga muncul karena melihat berbagai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada sejumlah terduga koruptor. Dia mengklaim, Ari mempertimbangkan untuk memberikan sanksi sosial daripada hukum kepada koruptor dalam hal ini.
"OTT, kemudian besok lagi OTT lagi OTT lagi, apa tidak perlu ada misalnya sanksi sosial menurut beliau," ujar Setyo.
Sanksi sosial itu, lanjutnya, bisa berupa membersihkan jalan, toilet umum, atau sampah di kawasan perkampungan.
Namun demikian, mantan Wakabaintelkam Polri itu menegaskan, pernyataan Ari ini masih perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menabrak aturan perundang-undangan yang ada.
"Sekarang peraturannya masih perlu dikaji lebih mendalam tentang peraturan-peraturan yang ada. Kalau yang peraturan saja sekarang semua ini harus ditegakkan," ujarnya.
kid/ugo/cnni