Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin terkait dugaan aliran uang proyek pengadaan e-KTP kepada seluruh ketua fraksi di DPR periode 2009-2014.
"Prinsip dasarnya sepanjang memang buktinya ada dan kemudian bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maka tentu kita akan cermati lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi media setempat, Selasa (20/2).
Febri mengatakan kesaksian seorang saksi tak cukup dijadikan dasar pihaknya menyelidiki dugaan aliran uang tersebut. Menurut dia, pihaknya akan menyesuaikan keterangan Nazaruddin dengan bukti yang didapatkan pada penyidikan maupun persidangan.
"Namun untuk penelusuran lebih lanjut tentu kita harus melihat kesesuaian dengan bukti-bukti yang lain karena keterangan saksi tidak bisa berdiri sendiri," tuturnya.
"Apakah orang-orang tersebut akhirnya menerima sejumlah uang atau sejumlah fasilitas hal itu tentu perlu pembuktian lebih lanjut. Itulah yang sedang kita lakukan saat ini," kata Febri.
Pada sidang lanjutan terdakwa korupsi proyek e-KTP Setya Novanto, Nazaruddin mengungkapkan bahwa seluruh ketua fraksi di DPR turut mendapat jatah dari proyek senilai Rp5,8 triliun itu. Menurut dia, jumlah uang yang didapat masing-masing ketua fraksi bervariasi.
Namun, mantan anggota Banggar DPR itu lupa berapa jumlah pasti jatah untuk ketua fraksi di DPR. Ketika itu ada sembilan fraksi yang duduk di dewan Senayan, yaitu Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura.
Nazaruddin hanya mengingat jatah untuk Ketua Fraksi Demokrat pada penyerahan awal sebesar US$1 juta. Suami Neneng Sri Wahyuni itu menyebut ada pemberian lain yang dilakukan secara bertahap.
Dalam surat dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong disebut sejumlah fraksi di DPR, seperti Golkar, Demokrat, dan PDIP mendapat jatah dari proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Golkar dan Demokrat mendapat Rp150 miliar serta PDIP sebesar Rp80 miliar.
Ugo/Cnni/RRN