Pekanbaru: Hingga hari ini, Jumat (04/8/2017) calon siswa SMA PDB Tahun Pelajaran 2017/2018 di Provinsi Riau diketemukan masih Ribuan calon siswa murid SMA belum tertampung oleh sekolah.
Berdasarkan pantauan wartawan Harian Radar Riau selama satu bulan terakhir ini, dari sejumlah sekolah SMA di Provinsi Riau, seperti di Kota Pekanbaru diketemukan Ribuan jumlah siswa murid PPDB 2017/2018 tidak tertampung oleh sekolah. Begitu juga SMAN di Kabupaten Bengkalis, Ratusan calon siswa di tiga SMA Negeri Kota Duri hingga kini masih terkatung-katung akibat dari belum ada kepastian apakah mereka bisa diterima di sekolah tempat mereka mendaftar atau harus masuk kesekolah swasta dengan beberapa konsekuensi, antara lain keharusan membayar SPP setiap bulan.
Di tengah kegalauan calon siswa dan orang tuanya, pihak sekolah tidak berani mengambil kebijakan. Jajaran Dinas pendidikan Provinsi Riau pun tidak pula berani melangkahi Permendikbud No. 17/2017 tentang PPDB. Permen tersebut hanya membolehkan sekolah menampung maksimal 12 rombongan belajar atau tiap Rombel paling banyak berisi 36 siswa saja.
"Karena Wali calon murid terus mendesak dan Dinas Provinsi tak berani menyimpang dari permen, kami dari Komisi IV DPRD Bengkalis telah menghadap Dirjen Dikdasmen di Jakarta pekan lalu. Kami diterima Biro Hukum, Pak Hartono. Menurut beliau sesuai edaran menteri, daerah yang belum sanggup menerapkan Permen No. 17/2017 sekolah diperbolehkan menambah siswa 10 persen untuk tiap Rombel atau 4 orang," ujar anggota Komisi IV DPRD Bengkalis, Nanang Haryanto kepada wartawan Harian Pagi Radar Riau, Kamis (27/7/2017).
Lebih lanjut dikatakannya, kami tidak kurangi dan tambahkan sesuai hasil pertemuan kami di Jakarta bersama Dirjen Dikdasmen, mengatakan jika daya tampung masih juga kurang sekolah boleh menambah satu Rombel.
Meski sudah ada pernyataan lisan dari Biro Hukum Dirjen Dikdasmen, Nanang Haryanto bersama rekannya dari komisi IV; Fidel dan H Syamsu Dalimunthe telah meminta Biro Hukum menyurati Kadis Pendidikan Provinsi Riau sesegera mungkin. "Kita minta ada surat resmi. Sebab sanksi melanggar Permen 17 itu berat atau Dana sertifikasi guru terancam dan siswa tidak akan terdaftar di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) sehingga tak bisa ikut UN,"tambah Nanang.
Dijelaskan Nanang, pernyataan Biro Hukum Dirjen Dikdasmen tersebut melegakan. Artinya, ratusan siswa yang belum tertampung di tiga SMA Negeri di Duri bisa diakomodir. Menurutnya, di SMAN 8 Mandau-Duri masih ada 56 siswa lagi yang belum tertampung. Sebanyak 48 orang bisa ditambahkan ke 12 Rombel yang sudah ada. Delapan lagi bisa didrop ke sekolah lain.
Sementara di SMAN 2 Mandau, ada 67 orang calon siswa belum tertampung. Bisa ditambah satu Rombel lagi. Sedangkan di SMAN 3 hanya 14 orang calon siswa saja yang belum bisa ditampung."Sisa calon siswa di SMAN 8 dan SMAN 2 bisa saja dioper ke SMAN 3,"pungkasnya.
Terkait dengan permasalahan diatas, sejumlah anggota DPRD Riau sempat angkat bicara dan bahkan mereka meminta Gubri mencopot Plt Kadisdik Riau Rudyanto.
Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, didesak mencopot Rudiyanto dari jabatan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Riau. Pasalnya, Rudiyanto sudah tiga kali mangkir dari panggilan Komisi V DPRD Riau untuk rapat dengar pendapat.
Desakan pencopotan Rudiyanto disampaikan secara gamblang oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau, Muhammad Adil. Dia cukup jengkel dengan Rudiyanto. Adil khawatir 'kenakalan' Rudiyanto itu bakal menular kepada kepala OPD lainnya di Pemprov Riau.
"Ngapain juga kita hearing dengan Plt Kadisdik yang tidak pernah menghargai kita? Gubernur harus segera mencopot dia (Rudiyanto, red)," ketus Adil dalam rapat yang dipimpin Aherson, Ketua Komisi V DPRD Riau, Kamis (27/7).
Padahal, lanjut Adil, hearing itu sangat penting. Dia penasaran dengan ulah Rudiyanto yang mencaplok sendiri Penggunaan Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Disdik Riau. "Saya lihat dia serakah kali. PA dan KPA diambilnya semua, harusnya dilimpahkan ke bawahannya," tegas Adil.
Kekecewaan juga diutarakan Ade Hartati Anggota dari Fraksi PAN. Politisi wanita ini menduga Rudiyanto berani berbuat begitu karena merasa dekat dengan Gubernur Riau. "Seharusnya, kalau sudah tiga kali mangkir, kita bisa panggil secara paksa," terangnya.
Bahkan, Sekretaris Komisi V, Ade Agus Hartanto dari Fraksi PKB, mengusulkan agar Komisi V tidak lagi bekerja sama dengan Rudiyanto selaku Plt Kadisdik Riau.
Setelah mendengar semua keluhan itu, Ketua Komisi V, Aherson, memutuskan membatalkan rapat yang dijadwalkan membahas sejumlah isu penting, seperti; penerimaan siswa baru, guru honor daerah, pelantikan kepala sekolah SMK/SMA, dan progres anggaran 2017.
Politisi Partai Demokrat ini mengatakan akan menggelar rapat internal komisi yang hasilnya akan disampaikan ke pimpinan DPRD Riau. "Sikap apa yang akan dilayangkan kepada Plt Disdik akan dibicarakan di tingkat pimpinan, tetapi Senin besok kita panggil lagi dia," kata Aherson.
Akibat Permen 17 Tahun 2017 Tentang PPDB 2017/2018 yang dinilai telah membatasi anak didik untuk bersekolah, dan didukung adanya sejumlah temuan Ombudsman dalam permen tersebut, sebagai berikut ini:
Ombudsman menemukan praktik maladministrasi dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2017.
Temuan itu terkait dengan pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB.
"Hasil pemantauan PPDB oleh Ombudsman tahun 2017, menemukan maladministrasi dengan modus operandi yang sama dan terus berulang setiap tahunnya," ujar Komisioner Ombudsman Ahmad Suaidi kepada awak media di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (31/7).
Kata Suaidi, maladministrasi dalam PPDB telah menghambat masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik.
Suaidi membeberkan sejumlah dugaan maladministrasi yang ditemukan oleh Ombudsman selama melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB.
Temuan itu hasil pemantauan secara nasional dengan melibatkan kantor perwakilan Ombudsman di seluruh provinsi.
Pertama, Ombudsman menyatakan Permendikbud Nomor 17/2017 diterbitkan pada rentang waktu yang terlalu dekat dengan pelaksanaan PPDB sehingga menyebabkan daerah mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan aturan pada Permendikbud tersebut.
Terlalu dekatnya waktu penerbitan Permendikbud dengan pelaksanaan PPDB juga menyebabkan minimnya sosialisasi terkait perubahan petunjuk teknis PPDB kepada masyarakat, sehingga tidak memberikan kepastian kepada publik.
Selain itu, Ombudsman menemukan sistem online PPDB tidak beroperasi optimal. Akibat hal itu, sejumlah sekolah terganggu dalam memberikan jawaban kepada masyarakat terkait permasalahan tersebut.
"Hal ini juga menyebabkan potensi penyimpangan sangat tinggi karena menyimpang dari prinsip online itu sendiri yang bersifat terbuka, langsung, dan cepat," ujar Suaidi.
Permasalahan klasik dalam PPDB juga kembali ditemukan oleh Ombudsman, yakni jual beli kursi antara sekolah dengan orang tua murid. Sejumlah oknum pejabat daerah dan orang-orang tertentu diduga campur tangan untuk mempengaruhi dan/atau memaksa sekolah untuk menerima anak didik dari orang-orang tertentu.
Hal lain yang ditemukan oleh Ombudsman yakni, sistem zonasi yang menjadi Saran Ombudsman kepada Kemendikbud, Kemendagri, dan Kemenag pada tahun 2015, yang saat ini diterbitkan dalam Pasal 15, 16 dan 17 Permendikbud 17/2017 tidak memiliki indikator yang jelas tentang batasan wilayah calon peserta didik baru.
"Hal ini menyebabkan banyak kepala daerah dan sekolah mengalami kebingungan dalam menentukan batas zonasi," ujarnya.
Sementara itu, Suaidi menyampaikan, untuk mengatasi sejumlah permasalah tersebut, Ombudsman menyarankan Kemendikbud untuk merencanakan dan menerbitkan peraturan tentang PPDB lebih awal agar Pemda dan sekolah dapat waktu cukup untuk menyesuaikan.
Untuk memudahkan evaluasi dan penyeragaman aturan, Ombudsman berharap aturan PPDB dibuat terpusat oleh Ujian Nasional dan tidak ada aturan daerah atau turunan, serta dilaksanakan oleh Kemendikbud.
Ombudsman juga berharap, sekolah negeri dan swasta wajib mengalokasikan minimal 20 persen untuk siswa miskin di dalam aturan PPDB Kemendikbud.
Kemendikbud diharapkan bekerjasama dengan Kemendagri memverifikasi calon siswa miskin.
"Verifikasi siswa miskin dapat dilakukan sejak dini, minimal tiga bulan sebelum pelaksanaan PPDB agar tidak terjadi penyalahgunaan," ujarnya.
Olc/syh/cnni/rrn/Lex