Jakarta: Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang alias Oso enggan berkomentar ihwal kemungkinan anggota DPR Fraksi Hanura Miryam S Haryani ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hal itu terkait dengan dugaan keterlibatan Miryam dalam kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) di Kemdagri tahun anggaran 2011-2012.
Oso mengaku telah membuat agenda pertemuan dengan Miryam untuk mengklarifikasi kemungkinan tersebut. Ia berkata, sejumlah hal, termasuk soal kabar ancaman dari sesama anggota DPR ke Miryam akan diklarifikasi.
“Saya belum tahu kejadian ini dan baru dengar. Saya sudah panggil dia (Miryam) dan harus segera datang dalam minggu ini. Hanya dia sedang sibuk dengan sidang, Saya tidak mau maksa-maksa,” ujar Oso di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/4).
Selain belum berani berkomentar, Oso juga enggan memastikan sanksi apa yang akan diterima oleh Miryam jika terbukti terlibat dalam korupsi tersebut. Ia mengatakan bakal menunggu ketetapan hukum resmi yang disampaikan oleh KPK atas keterlibatan anak buahnya tersebut.
“Kalau nanti sudah ada ketetapan hukum, jangankan Hanura semua partai pun akan melakukan langkah-langkah dalam menyelamatkan partainya,” ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua MPR, sekaligus Ketua DPD baru itu mengakui citra Hanura terganggu atas dugaan keterlibatan Miryam dalam kasus tersebut. Oleh karena itu, ia berharap semua pihak mengutamakan asas praduga tidak bersalah menyikapi keterlibatan kader Hanura dalam kasus megaproyek tersebut.
KPK tengah membahas penggunaan pasal untuk menjerat Miryam. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut pernyataan majelis hakim dalam persidangan e-KTP sebelumnya, Kamis (30/3).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut pasal untuk menjerat Miryam adalah Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Apakah penerapan Pasal 21 atau Pasal 22 UU Tipikor? Nah, itu sedang kami bahas secara intensif saat ini," kata Febri di Gedung KPK, Senin (3/4).
Jaksa KPK menilai Miryam berbelit-belit dan tak konsisten memberikan keterangan dalam persidangan Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Di sisi lain, pada persidangan Kamis (29/3), Sugiharto menyatakan menyerahkan uang kepada Miryam secara bertahap sebanyak empat kali, dengan total US$1,2 juta.
wis/yul/cnni