Suciwati Minta Jokowi Tak Lempar Tanggung Jawab soal Munir

Administrator - Kamis, 20 Oktober 2016 - 12:29:56 wib
Suciwati Minta Jokowi Tak Lempar Tanggung Jawab soal Munir
Istri Munir Said Thalib, Suciwati, meminta Presiden Jokowi tak melempar tanggung jawab soal dokumen hasil penyelidikan kasus pembunuhan suaminya. cnn
RADARRIAUNET.COM - Istri mendiang Munir Said Thalib, Suciwati, mengultimatum Presiden Joko Widodo untuk segera membuka dokumen hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan suaminya.
 
"Saya kembali mengingatkan Presiden untuk menghentikan pembelaan diri dan melempar tanggung jawab atas kelalaian pemerintah dalam menyimpan dokumen TPF Munir," kata Suciwati di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta, Rabu (19/10).
 
Ultimatum ini dilayangkan Suciwati karena melihat buruknya respons pemerintahan dalam menindaklanjuti putusan Komisi Informasi Publik Pusat (KIP) Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 tanggal 10 Oktober 2016. 
 
Putusan itu menyatakan, dokumen TPF Munir yang sudah diserahkan ke Presiden RI pada tahun 2005 merupakan informasi publik dan harus diumumkan kepada masyarakat.
 
Namun, setelah hasil putusan itu dirilis 10 Oktober lalu, Suciwati melihat tak ada keseriusan dari pemerintah Jokowi.
 
Pemerintah semula mengaku tidak memiliki dokumen hasil investigasi TPF. Padahal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah secara resmi menerima hasil investigasi TPF Munir pada 24 Juni 2005.
 
"Respons tersebut menunjukkan kepanikan Istana melalui klarifikasi bahwa mereka tidak bisa mengumumkan dokumen TPF Munir karena tidak menyimpan dokumen dimaksud, dan membela diri dengan mengatakan bahwa dokumen TPF Munir seharusnya disimpan oleh mantan Presiden SBY," kata Suciwati.
 
Jokowi memang kemudian memerintahkan Jaksa Agung untuk segera melacak keberadaan dokumen tersebut. Namun, menurut Suciwati, perintah Jokowi itu sama sekali tidak menjawab persoalan. Perintah itu juga tidak menggugurkan kewajiban Presiden untuk mengumumkan hasil investigasi TPF Munir.
 
Ketidakpatuhan pemerintah, ujar Suciwati, dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 52, 53, dan 55 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang KIP.
 
Dalam UU itu diatur bahwa setiap badan publik atau seorang yang tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik, dapat dikenakan hukuman pidana satu sampai dua tahun dan atau denda sebesar Rp5 juta-Rp10 juta.
 
Ketika ditanya apakah akan menempuh jalur hukum, Suciwati hanya menjawab, "Makanya ini saya ultimatum dulu. Lihat dulu nanti responsnya seperti apa." 
 
Suciwati mendesak pemerintah agar tidak lagi menunda dan mengulur waktu untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan TPF Munir.
 
"Kami juga meminta Presiden untuk memerintahkan, mengawal, dan memastikan seluruh jajaran dan lembaga negara terkait untuk menindaklanjuti rekomendasi dan temuan TPF karena saya sudah terlalu lama menunggu," kata dia.
 
Munir terbunuh pada tahun 2004. Aktivis hak asasi manusia itu meninggal dalam pesawat saat perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.
 
Dari hasil peyidikan, ada racun arsenik di lambung Munir. Dalam penyidikan kasusnya, hanya satu orang yang dianggap bersalah, yakni bekas pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto yang divonis 14 tahun penjara. 
 
Namun setelah menerima beberapa kali remisi, Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat pada November 2014. 
 
Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Prawiro Pranjono pernah dijadikan tersangka dalam kasus ini. Namun pengadilan kemudian membebaskannya dari segala dakwaan.
 
"Belasan tahun setelah suami saya dibunuh, tidak ada kejelasan. Harus sampai kapan saya menunggu?" kata Suciwati.
 
 
cnn/radarriaunet.com