RADARRIAUNET.COM - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menahan dua tersangka kasus dugaan penipuan dengan modus memberangkatkan warga Indonesia beribadah haji lewat Filipina.
"Dua orang sudah, satu orang ditahan di sana (Filipina)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Agus Andrianto lewat sambungan telepon, Kamis (6/10).
Dengan demikian, ada tujuh dari sembilan tersangka sudah ditahan Kepolisian. Total, ada sembilan tersangka yang sudah ditetapkan. Satu orang di antaranya hingga kini masih berstatus buron. "Masih di luar (negeri) kelihatannya," kata Agus.
Sembilan orang yang sudah berstatus tersangka itu berinisial H, HAS, BDMW, MNA, HMT, HF alias A, HAH alias A, ZAP dan HR. Dalam kasus ini, HR merupakan tersangka utama yang diduga paling bertanggungjawab atas sejumlah keberangkatan haji Indonesia lewat Filipina.
Kasus paspor palsu calon haji terungkap setelah 177 warga Indonesia diamankan otoritas Filipina saat hendak berangkat ke tanah suci dari Manila. Mereka saat itu hendak terbang dengan membawa paspor Filipina.
Berdasarkan pemeriksaan, HR memiliki paspor Malaysia dan Filipina. Menurut Agus, HR sering berkunjung ke Indonesia sehingga mempunyai banyak koneksi ke biro perjalanan.
Sebagian besar calon haji asal Indonesia tersebut sudah dipulangkan. Sementara sembilan orang sisanya masih harus diperiksa di Filipina. Dua tersangka yang ditetapkan Bareskrim termasuk dalam sembilan orang tersebut.
Di luar kasus ini, diketahui ternyata sudah ada 700 orang warga Indonesia yang lolos berangkat ke Arab Saudi dengan paspor Filipina. Menurut Agus, saat ini baru 26 orang yang teridentifikasi dan berada di Manila.
Menurut Agus, lebih dari 100 orang di antaranya sudah teridentifikasi. Untuk pemulangannya, Polri menyerahkan kepada Kementerian Luar Negeri.
"Sementara informasinya sebagian dari mereka adalah TKI Malaysia yang melaksanakan ibadah haji dari Filipina. Tidak ada kaitannya dengan yang 177 kemarin," kata Agus.
Selain itu, ada juga 229 orang yang dipulangkan karena menetap terlalu lama di Arab Saudi dan menjadi tenaga kerja ilegal. Namun, hal tersebut, kata Agus, sepenuhnya adalah kewenangan Kementerian.
cnn/radarriaunet.com