RADARRIAUNET.COM - Kalender Tionghoa yang kita pakai dalam penanggalan, kita dikenal sebagai kalender Imlek. Imlek berasal dari dialek Hokkian, artinya ‘kalender lunar’ (im= lunar atau bulan; lek = kalender). Dalam ‘dialek’ Mandarin Imlek adalah YINLI. Dengan demikian tahun baru Imlek artinya tahun baru yang dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi.
Jadi, sesungguhnya adalah TIDAK TEPAT apabila ucapan “Selamat Tahun Baru Imlek” disingkat menjadi “Selamat Imlek” saja, sebab “Selamat Imlek” artinya = “Selamat Kalender Lunar”.
Di luar negri kalender ini dikenal sebagai Xiali (Kalender Xia), sebab sudah ada semenjak Dinasti Xia yakni tahun 2100-1600 BCE. CE = Common Era (Tarikh Umum); BCE = Before Common Era (Sebelum Tarikh Umum). Selain itu, kalender ini juga lazim disebut Huangdili (Kalender Huangdi), di singkat Huangli saja, sebab kalender ini diyakini diciptakan oleh Huangdi atau Kaisar Kuning pada 2697–2597 BCE. Perhitungan ini disebut Huangdi Era (HE).
Dihitung berdasarkan kelahiran Huangdi, sebab Huangdi diterima sebagai LELUHUR orang Han, atau orang Tionghoa pada umumnya. Dengan demikian perhitungannya dapat dicontohkan bahwa misalnya tahun 2012, berarti 2012 + 2697 = 4709 HE. Jadi kalender ini sudah ada pada Dinasti Xia, 2100-1600 BCE, jauh sebelum zaman Guru Kongzi lahir pada Dinasti Zhou tahun 1046-256 BCE.
Namun, hanya di Indonesia perhitungan Kalender Tionghoa didasarkan pada kelahiran Kongzi, yakni sejak berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan di Batavia pada 17 Maret 1900. Organisasi Tionghoa inilah yang mengadopsi ajaran Guru Kongzi (yakni Rujiao) sebagai agama Tionghoa, dan menetapkan awal Kalender Tionghoa dihitung berdasarkan kelahiran Guru Kongzi, yakni pada 551 BCE. Demikianlah perhitungan kalender ini disebut Kongzi Era (KE).
Jadi, perhitungan tahun 2012 adalah 2012 + 551 = 2563 adalah berdasarkan KE. Penetapan ini ternyata baru berumur seratus tahunan, yakni sejak tahun 1900 lalu.
Meski ada sebagian orang yang menganggap Sin Cia atau tahun baru Imlek adalah hari raya agama, namun sebenarnya Tahun baru imlek adalah tahun barunya semua orang Tionghoa, terlepas dari agama apa pun yang dianutnya. Orang Tionghoa yang sudah berpindah agama apa pun tetap merayakannya tak terkecuali, sejauh ia masih tetap merasa dirinya Tionghoa. Di luar negeri pun orang menyebutnya Chinese New Year (Tahun Baru China), bukan Confusianist, Taoist, atau Buddhist.
Dengan demikian, Tahun Baru IMLEK adalah hari raya Budaya, bukan Agama!
Di jaman pemerintahan Presiden Soekarno, Tahun Baru Imlek Imlek sudah fakultatif, artinya mereka yang merayakannya boleh libur. Namun di zaman penindasan orde baru hal ini dicabut. Almarhum Presiden Abdurrahman Wahid membebaskan orang Tionghoa dari penindasan dan penjajahan, dan Presiden Megawatilah yang menjadikan Sin Cia sebagai hari libur Nasional berdasarkan Agama Khonghucu, sejak tahun 2003.
Mengapa Presiden Megawati menetapkan Sin Cia sebagai hari raya agama, dalam hal ini adalah hari raya Agama Khonghucu?
Karena di Indonesia, hari-hari libur nasional selain yang berlaku umum, semua ditetapkan berdasarkan hari raya agama, termasuk Natal, Tahun Baru Hijriah, Tahun Baru Satu Suro, Tahun Baru Saka, Galungan, Nyepi, dll. Tidak satu pun hari raya budaya berdasarkan kelompok etnik tertentu. Berdasarkan pertimbangan ini, ditetapkanlah Tahun Baru Imlek sebagai hari raya Agama Khonghucu. Sebab, seandainya tidak demikian, apa jadinya bila setiap kelompok etnik meminta hari raya budayanya ditetapkan sebagai hari libur nasional? Atau, hampir setiap hari kita akan berlibur nasional, sebab jumlah kelompok etnik di Indonesia bukan sedikit jumlahnya. Bisa kacau bukan.
infot/fn/radarriaunet.com