RADARRIAUNET.COM - Penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menyatakan bahwa pemeriksaan barang bukti kasus kopi beracun melanggar Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik dan Barang Bukti pada Laboratorium Forensik.
Menurutnya, dalam pasal 58 disebutkan pemeriksaan barang bukti keracunan mesti memenuhi sejumlah syarat teknis. Dalam aturan itu dinyatakan bahwa pemeriksaan yang meliputi lambung beserta isinya, ginjal, jantung, jaringan lemak bawah perut, dan otak dengan masing-masing jumlah sampel 100 gram.
"Ternyata syarat ini tidak dilakukan padahal wajib," ujar Otto saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/9).
Selain pemeriksaan tersebut, penyidik juga mesti memeriksa sampel cairan tubuh berupa urin 25 mililiter, darah 10 mililiter, sisa makanan, minuman, obat-obatan, peralatan seperti piring, gelas, sendok atau garpu, alat suntik, dan barang lain yang berkaitan dengan kasus.
Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa pengambilan sampel organ tubuh dan cairan tubuh korban dilakukan dengan autopsi oleh dokter.
"Berarti sampel itu harusnya diambil ketika autopsi," kata Otto.
Namun ternyata autopsi menyeluruh pada Mirna tidak dilakukan. Otto kemudian menanyakan pada ahli toksikologi Budiawan yang menjadi saksi dalam persidangan hari ini. Budiawan menilai pemeriksaan pada Mirna tidak valid karena tidak mengikuti ketentuan hukum sesuai Peraturan Kapolri.
Salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Shandy Handika langsung mengajukan keberatan dengan jawaban Budiawan. Menurutnya, jawaban tersebut bukan menjadi kapasitas Budiawan sebagai ahli toksikologi.
"Dia ini bukan ahli hukum yang mulia," ucap jaksa Shandy.
Ketua Majelis Hakim Kisworo pun mengingatkan Budiawan agar menjawab pertanyaan sesuai kapasitasnya sebagai ahli toksikologi.
"Sesuai keahlian saya, cairan tubuh memang harus diambil yang mulia. Ini mutlak," kata Budiawan.
cnn/radarriaunet.com