RADARRIAUNET.COM - Dalam sebuah hadis Riwayat Tirmidzi diriwayatkan, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melaknat 10 orang dalam urusan khamer (minuman memabukkan): orang yang memerasnya, meminta diperaskan, yang meminumnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, yang menuangkannya, penjualnya, pemakan hasilnya, pembelinya, dan yang minta dibelikan." Dalam Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Dawud Rasullah bersabda, "Allah telah melaknat khamar dan melaknat peminumnya, orang yang menuangkannya, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan kepadanya, dan pemakan hasilnya."
Hadis-hadis tersebut dengan tegas melarang minuman keras dari produksi, distribusi, sampai dengan konsumsi, meskipun hanya sekadar sebagai tenaga pembantu. Minuman keras ataupun narkoba secara umum menimbulkan dampak baik bagi: (1) fisik (terjadi gangguan syaraf, kerusakan organ-organ vital, muncul efek ketagihan, dll), (2) mental (mengganggu kinerja pribadi, hilangnya rasa percaya diri dan optimisme, cenderung membahayakan diri sendiri, tidak bisa berfokus dan disorientasi), serta (3) sosial (penularan penyakit, terisolasi, kehancuran martabat sosial). Akumulasi dampak tersebut telah menjerumuskan pengguna narkoba pada jurang kehancuran kehidupan pribadinya dengan mudah.
Jumlah pengguna narkoba di Indonesia hingga November 2015 mencapai 5,9 juta orang (Komjen Budi Waseso, BNN). Fenomena tersebut bisa jadi masih merupakan fenomena gunung es, jumlah riil pengguna narkoba merupakan kelipatan dari data yang dapat diungkap. Maka, narkoba merupakan ancaman yang sangat besar bagi bangsa Indonesia.
Prof Amien Rais dalam berbagai kesempatan menyampaikan tentang ancaman/bahaya narkoba tidak hanya pada bahaya bagi fisik, mental, dan sosial, beliau menekankan akan kemungkinan hilangnya ideologi bangsa Indonesia akibat munculnya kerusakan sosial yang masif dengan munculnya kembali idiologi-idiologi lain yang justru akan membahayakan bangsa Indonesia dalam jangka panjang. Sungguh peringatan yang jauh ke depan, yang tidak dapat kita abaikan bagi kelangsungan kehidupan kita tidak hanya sebagai pribadi, tetapi juga identitas sebagai bangsa.
Fenomena semakin meningkatnya penggunaan narkoba perlu disikapi secara serius dan sungguh-sungguh. Filipina, dengan terpilihnya presiden baru, melakukan gebrakan fenomenal dalam memberangus peredaran narkoba. Sampai dengan akhir Agustus 2016, negara tersebut telah mengeksekusi 1.000-an gembong narkoba. Meskipun mendapatkan penentangan dari dalam dan luar negeri, gebrakan tersebut menimbulkan efek ketakutan ekstra tidak hanya bagi gembong narkoba tetapi juga pejabat dan aparat yang terlibat.
Membandingkan dengan Indonesia, fenomena agak berbeda kita jumpai. Gembong narkoba yang jelas terbukti bersalah dan telah mendapatkan hukuman mati masih sulit untuk dieksekusi dengan berbagai pertimbangan. Dampaknya, para terpidana kasus narkoba, sampai meskipun sudah dihukum mati, masih dapat mengendalikan narkoba dari balik terali besi dengan berbagai modus dan dugaan keterlibatan oknum aparat. Sungguh ironis, di satu sisi kita memprihatinkan ancaman penggunaan narkoba yang sudah merambah pada anak-anak remaja, tetapi disisi lain hukum masih tumpul dan toleran terhadap gembong narkoba.
Penegakan hukum dengan keras, tampaknya merupakan instrumen pokok untuk pemberantasan narkoba. Hukum yang tidak tebang pilih dan hukum yang mengayomi kepentingan rakyat banyak. Menyelamatkan kepentingan masa depan bangsa Indonesia, jangan sampai kita kehilangan generasi penerus yang akan melanjutkan cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, adil dan makmur yang menyejahterakan.
Distribusi narkoba, berdasarkan pemberitaan yang muncul, dominasi terbesar adalah dari impor. Mata rantai barang impor terutama adalah pada pintu masuknya barang-barang dari luar negeri. Celah-celah kemungkinan masuknya narkoba di Indonesia, baik berupa produk jadi maupun prekursornya harus mendapatkan perhatian ekstra. Banyak pengedar dari luar negeri yang telah ditangkap dan dihukum, tetapi belum menghentikan arus masuknya narkoba dari luar negeri.
Pintu masuk narkoba dari luar negeri perlu mendapatkan perhatian ekstra dari aparat penegak hukum. Meskipun ketika naik pesawat maupun kapal sudah diperingatkan tentang hukuman keras pembawa narkoba, rupanya gembong narkoba masih dapat menggunakan trik-trik licik untuk mengelabui petugas. Pembenahan mentalitas aparat (terlepas dari benar atau tidaknya kesaksian Fredi Budiman) perlu mendapatkan penekanan. Beredarnya narkoba di Indonesia perlu kita waspadai melibatkan aparat. Tentu bukan hal yang mudah, dengan instrumen yang dimiliki, baik BNN, kepolisian, bahkan mungkin BIN dapat mendeteksi kemungkinan keterlibatan aparat dalam peredaran narkoba.
Pendekatan edukasi kepada masyarakat tentulah merupakan instrumen yang tidak kalah penting. Titipkan kampanye antinarkoba di area ruang publik dan media massa melalui berbagai kesempatan yang memungkinkan. Misal, pada iklan rokok selain rokok dapat ditambah rokok dan narkoba dapat membunuh Anda.
Pendidikan formal di sekolah, perlu diulang-ulang mengenai bahaya narkoba. Skrining terhadap pengguna narkoba perlu dilakukan pada tes penerimaan pegawai maupun tes masuk sekolah ataupun mahasiswa. Negara memberikan subsidi untuk tes tersebut sebagai wujud komitmen untuk membantu pemberantasan narkoba. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut perlu dilakukan secara kontinu dan sistematis dalam beberapa tahun ke depan (5–10 tahun). Kesadaran akan bahaya narkoba akan tumbuh di masyarakat, narkoba akan dapat kita hilangkan dari tengah masyarakat kita.
Perlu upaya yang komprehensif untuk mencegah semakin maraknya peredaran dan penggunaan narkoba di Indonsesia. Semakin banyak narkoba beredar, semakin besar kemungkinan penggunaan narkoba oleh masyarakat Indonesia. Kalau narkoba tidak diberikan kesempatan untuk diedarkan di Indonesia, sudah pasti tidak ada pengguna narkoba di Indonesia. Mari kita perangi narkoba bersama-sama untuk masa depan bangsa Indonesia.
Muhammad Da'i
Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Surakarta/rol