RADARRIAUNET.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengaku tidak mengetahui oknum di balik peretasan sistem informasi penting Partai Demokrat Amerika Serikat.
"Apakah penting untuk mengetahui siapa yang meretas data ini? Hal yang penting adalah konten yang dibeberkan ke publik," ujar Putin dalam sebuah wawancara yang dikutip Reuters, Jumat (2/9).
Kasus kebobolan sistem informasi ini terungkap ketika beberapa sumber pada awal Agustus lalu mengatakan kepada Reuters bahwa ada puluhan ribu surat elektronik Partai Demokrat yang bocor.
Hampir 20 ribu surel para pejabat Partai Demokrat yang diretas bocor hanya sehari menjelang konvensi Partai Demokrat yang dimulai pada 25 Juli lalu.
Konvensi itu akan meresmikan Hillary Clinton sebagai calon presiden dari partai itu untuk kemudian melawan Donald Trump dari Republik dalam pilpres 8 November mendatang.
Ribuan surel tersebut mengungkapkan bahwa para pejabat DNC lebih mendukung pencalonan Clinton ketimbang rivalnya, Bernie Sanders.
Beberapa sumber dan pejabat AS menuding peretas Rusia ada di balik kasus bocornya ribuan surel ini. Putin bahkan disebut-sebut mengetahui proses peretasan ini.
"Tak ada gunanya mengalihkan perhatian publik dari inti masalahnya dengan mengangkat beberapa isu kecil yang terkait dengan pencarian siapa yang melakukannya [peretasan]. Saya ingin mengatakan lagi kepada kalian, saya tidak tahu apa-apa tentang semua ini dan pada tingkat negara, Rusia tidak pernah melakukannya," tutur Putin.
Bukan hanya sistem Partai Demokrat, Rusia juga dituding menjadi dalang di balik peretasan terhadap tim kampanye Clinton dan Trump. Beberapa pejabat bahkan menyebut Rusia ingin mempengaruhi proses pemilu AS.
Menampik tuduhan tersebut, Putin berkata, "Untuk melakukan itu, kalian harus benar-benar memahami pergerakan di sana dan memiliki kehidupan politik domestik yang spesifik. Saya tidak yakin, bahkan sampai para ahli di Kementerian Luar Negeri kami, memahami betul masalah itu."
Sebelumnya, Obama pun sempat mengatakan akan berbicara dengan Putin jika Rusia memang benar bertanggung jawab atas peretasan ini.
Namun, Obama memastikan bahwa pembicaraan itu tidak akan mengeruhkan hubungan antara AS dan Rusia.
Hubungan kedua negara ini terus bergejolak setelah kasus pencaplokan Krimea pada 2014, berlanjut hingga perbedaan kebijakan atas perang sipil di Suriah.
cnn/radarriaunet.com