Jakarta: Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai, keinginan DPR membangun 7 megaproyek di komplek Parlemen Senayan, hanya membuktikan bahwa anggota dewan tak memiliki tata kelola yang baik.
"Untuk menambah satu fraksi saja ruangannya masih cukup, jadi mana argumentasi ruangan tidak cukup? Berarti belum ada audit ruangan yang dilakukan anggota DPR," kata Roy saat diskusi 'Menolak Gedung Baru DPR' di Kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).
Roy menyarankan agar DPR membentuk tim peningkatan kinerja seperti yang dilakukan dewan periode 2004-2009. Saat itu, tim bertugas membuat kajian mengenai capaian tugas dan kinerja DPR.
Beberapa hal yang dikaji seperti capaian legislasi, akses publik dalam menyampaikan aspirasi, melakukan check and balances dalam soal anggaran, hingga mengenai fasilitas penunjang kinerja.
"Kita membayangkan DPR mereformasi fungsi dan peran mereka, sehingga publik tidak merasa kecewa dalam rangka mendorong memperjuangkan aspirasi masyarakat. Tapi dari praktik yang dilakukan, reformasi yang terjadi malah mengarah ke defisit anggaran," ujar Roy.
7 proyek yang akan dibangun DPR ialah pembangunan museum dan perpustakaan, alun-alun demokrasi, jalan akses bagi tamu ke gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.
Tujuh proyek itu disebut akan menghabiskan dana sebesar Rp1,6 triliun berdasarkan rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum. (mtvn)