RADARRIAUNET.COM - Presiden Erdogan mendukung hukuman mati dan pembasmian pendukung ulama Fethullah Gulen.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyatakan mendukung pembasmian pengikut ulama Fethullah Gulen, sosok yang dia tuding di balik upaya kudeta bulan lalu.
Dalam pawai yang diikuti ratusan ribu orang di Istanbul, Erdogan menuding Fethullah Gulen, seorang ulama yang pernah menjadi sekutunya, sebagai biang keladi upaya kudeta tersebut.
Gulen, yang kini bermukim di Amerika Serikat, telah membantah terlibat dalam peristiwa pada 15 Juli tersebut.
Pawai di Istanbul digelar sebulan setelah upaya kudeta yang gagal. Namun, bantahan Gulen tidak menyurutkan niat Erdogan untuk membasmi pengikut ulama itu. Bahkan, Partai AK yang berkuasa mulai membersihkan diri dengan memecat orang-orang yang diduga pengikut Gulen. Gerakan Hizmet, nama organisasi pengikut Gulen, kini disebut pemerintah Turki sebagai organisasi teroris.
"Tentu kita harus mengungkap semua anggota organisasinya dan membasmi mereka dalam kerangka hukum. Namun, jika kita berpuas diri dengan hanya tindakan itu, maka kita sebagai negara dan bangsa akan rentan terhadap virus yang sama," kata Erdogan.
Fethullah Gulen dituding sebagai sosok di balik upaya kudeta yang gagal di Turki.
Lebih jauh, Erdogan mendukung diberlakukannya kembali eksekusi mati jika parlemen dan rakyat juga menyokong hukuman tersebut.
"Parlemen Turki yang akan memutuskan soal hukuman mati. Saya menyatakannya lebih dulu, saya akan menyetujui keputusan yang dibuat parlemen," kata Erdogan.
"Mereka mengatakan tiada hukuman mati di Uni Eropa. Amerika Serikat memilikinya, Jepang punya, China punya, sebagian besar negara di dunia punya. Jadi mereka dibolehkan untuk menggunakannya. Kita pernah memakainya hingga 1984. Kedaulatan milik rakyat, jadi jika rakyat membuat keputusan ini, saya yakin partai-partai politik akan menuruti," tambahnya.
Pernyataan Erdogan dikemukakan sebulan setelah upaya kudeta yang gagal di Turki. Lebih dari 270 orang tewas dalam peristiwa itu dan belasan ribu orang ditahan sesudahnya.
bbc/fn/radarriaunet.com