RADARRIAUNET.COM - Kuasa hukum terpidana mati Seck Osmane, Farhat Abbas menilai eksekusi terhadap kliennya pada Jumat (29/7) dini hari, telah melanggar konstitusi dan hak asasi manusia.
"Kejaksaan Agung dan Kepolisian yang melakukan eksekusi telah melanggar undang-undang dan hak narapidana terpidana mati untuk menunggu jawaban presiden tentang grasi," kata Farhat di Rumah Duka Saint Carolus Jakarta, Jumat (29/7).
Seck Osmane, kata Farhat, telah mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Joko Widodo Rabu (27/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, pengajuan grasi itu tidak dihiraukan pihak Kejaksaan.
Karena itulah Farhat menilai Kejagung dan Kepolisian telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi. Sebab, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor Nomor 107/PUU-XII/2015 atas uji materi terhadap Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Grasi, MK telah membatalkan pembatasan waktu grasi.
Selain itu, ia mengacu Pasal 3 dan 13 UU Grasi. Pasal 3 menyebut bahwa peninjauan kembali grasi tidak menghalangi eksekusi, kecuali bagi terpidana mati.
Sementara, pada pasal 13 disebutkan eksekusi terhadap terpidana mati tidak dapat dilaksanakan, sebelum ada penolakan dari presiden secara resmi dan disampaikan kepada terpidana.
Dari segi HAM, Farhat berkata Seck Osmane yang sedang mengajukan grasi, tidak diberi kesempatan menunggu jawaban presiden waktu enam bulan, dan justru segera dieksekusi.
Ia pun berencana mengambil langkah hukum dan melaporkan pihak-pihak yang melaksanakan eksekusi Jumat dini hari tadi di Nusakambangan, seperti Kejagung dan Kepolisian kepada Komnas HAM.
"Karena apa yang dilakukan jaksa, regu tembak, adalah hal yang kami anggap bertentangan dengan UU Grasi dan UUD 1945," ucapnya.
Sedangkan, pendamping rohani Seck Osmane, Pastor Rina menilai ada kejanggalan dalam pelaksanaan eksekusi mati kali ini. Hal ini dikarenakan pengajuan grasi Seck kepada Presiden Joko Widodo masih dalam proses dan belum mendapat jawaban.
Sementara itu, 10 terpidana yang batal dieksekusi juga memiliki status serupa dengan Seck. "Kenapa 14 yang diisolasi hanya empat yang dieksekusi? Tidak ada notifikasi juga," ucap Rina.
Menurutnya notifikasi eksekusi juga diberikan tiba-tiba pada Selasa (25/7) malam. Rina menjelaskan, Seck adalah warga negara Nigeria dengan paspor Senegal.
Dalam pesan terakhirnya, Seck disebut meminta maaf sebelum dieksekusi. "Dia menyampaikan permohonan maaf pada Indonesia dan Nigeria. Dia hanya ingin diberi kesempatan untuk hidup dan memperoleh hak hukum yang sama dengan terpidana mati lainnya," ujar Rina.
Seck Osmane adalah satu dari empat terpidana yang dieksekusi Jumat. Tiga terpidana lainnya adalah Fredi Budiman, Humprey Eijeke (Nigeria) dan Michael Titus (warga Nigeria). Usai disemayamkan di Rumah Duka Saint Carolus, jenazah Seck rencananya akan dipindah ke Nigeria pada Senin (1/8) untuk dimakamkan.
cnn/radarriaunet.com