Syakir Penyuap Mantan Bos Pertamina Divonis 4 Tahun Penjara

Administrator - Senin, 06 Juni 2016 - 18:55:01 wib
Syakir Penyuap Mantan Bos Pertamina Divonis 4 Tahun Penjara
Terdakwa penyuap mantan bos Pertamina, M Syakir, divonis empat tahun penjara. Cnn/Priska Sari Pratiwi
RADARRIAUNET.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp50 juta bagi terdakwa kasus suap mantan bos Pertamina, yakni Muhammad Syakir. Dia terbukti menyuap bekas Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo terkait kasus bensin bertimbal atau Tetraethyl Lead (TEL) untuk Pertamina.
 
"Menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Syakir terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/6).
 
Hakim menetapkan bahwa terdakwa yang merupakan Direktur PT Soegih Interjaya akan tetap berada di dalam rumah tahanan Guntur selama proses peradilan. Hakim juga menetapkan perampasan salah satu barang bukti berupa uang sebesar US$198 ribu dari United Overseas Bank (UOB) Singapura yang berasal dari deposito atas nama Suroso.
 
"Hal yang meringankan bahwa terdakwa belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga, dan berkelakuan baik selama proses persidangan," kata Hakim John.
 
Hakim John mengatakan, terdakwa bersama koleganya Willy Sebastian Liem selain memberikan uang pada Suroso, juga membiayai perjalanan Suroso beserta keluarga ke London untuk melakukan pertemuan dengan Direksi The Associated Octel Cimoany Limited (Octel). Tujuan pertemuan itu adalah meminta agar Suroso menyetujui Octel melalui PT Soegih Interjaya menjadi pemasok bensin bertimbal untuk Pertamina.
 
"Berdasarkan keseluruhan fakta, majelis berkeyakinan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur memberikan sesuatu," ucap Hakim John.
 
Kuasa hukum terdakwa, Andreas Sembiring, merasa keberatan dengan putusan hakim. Dia berpendapat ada sejumlah bukti yang tidak dipertimbangkan. Meski demikian dia belum tahu apakah akan mengajukan banding atau tidak terkait putusan hakim tersebut.
 
"Kami keberatan tapi nanti akan dipikir-pikir lagi soal langkah selanjutnya," ujar Andreas.
 
Kronologi kasus 
 
Suap bermula ketika Willy ingin Suroso menyetujui Octel melalui PT SI menjadi pemasok bensin bertimbal atau Tetraethyl Lead (TEL) untuk Pertamina. Bensin tersebut digunakan untuk kebutuhan kilang-kilang milik Pertamina periode Desember 2004 dan 2005. Pada 2 Mei 2003, Octel dan Pertamina membuat perjanjian kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). 
 
MoU menyepakati pembelian TEL dilakukan pada 2003 hingga maksimal September 2004 dengan harga US$9,97 per metrik ton. Namun pada saat bersamaan, Indonesia mencanangkan program bensin tanpa timbal per 31 Desember 2004 dan target program dilakukan menyeluruh pada 2005.
 
Selanjutnya, Willy memerintahkan Syakir menyampaikan kepada Regional Sales Director Octel, Miltos Papachristos, terkait aksinya memperlambat proses penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Kelestarian Lingkungan Hidup, serta Menteri Keuangan terkait program tersebut. 
 
Di sisi lain, Willy mencari cara agar bensin dengan timbal dapat digunakan. Alhasil, Willy mengusahakan penggunaan Plutecon sebagai oktan alternatif. Rupanya alternatif tersebut diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutecon untuk Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama. 
 
Di tengah persaingan bisnis pemasok kilang minyak, perusahaan lain, TDS Chemical Co. Ltd, menawar harga yang lebih murah yakni US$9,250 per metrik ton. Willy dan rekannya pun mencari alternatif untuk mempertahanankan perusahaan Octel –pada tahun 2006 berubah menjadi Innospec– agar tetap menjadi pemasok utama, alih-alih perusahaan lain.
 
Willy pun melobi Suroso. Akhirnya PT Pertamina menurunkan harga menjadi US$9,250 per metrik ton untuk PT SI. Namun PT SI selaku agen dari Octel menolak untuk menurunkan harga yang diminta PT Pertamina. Harga tersebut sama dengan harga yang ditawar TDS Chemical. Octel pun tetap meminta Pertamina untuk membayar dengan harga awal yakni US$9,975.
 
Pada November 2004, Willy bertemu Suroso dan meminta pengiriman bensin dengan timbal sejumlah 450 metrik ton dengan harga US$11 ribu per metrik ton untuk pesanan yang diterima seblum akhir tahun 2004.
 
Suroso menyetujui dengan syarat Willy memberi fee sebesar US$500 per metrik ton. Willy sepakat. Suroso disebut menerima duit hingga US$225 ribu. Jika kerja sama berlangsung hingga tahun 2005, maka Suroso dijanjikan komisi tambahan. 
 
Terkait perpanjangan, Suroso membuat memo terkait harga pembelian TEL atau bensin dengan timbal senilai US$9,975 per metrik ton dengan total pembelian 455,2 metrik ton pada tanggal 17 Desember 2004.
 
Atas memo Suroso, Direksi Pertamina menyetujui proses pengadaan TEL. Setelah kesepakatan, harga melonjak menjadi US$10,750 metrik ton dengan kuota pembelian 446,4 meterik ton. Total duit pembelian bensin yakni US$4,7 juta. Willy juga disebut menerima komisi enam persen dari total penjualan US$276,5 ribu dan komisi US$300 ribu.
 
Untuk memenuhi kebutuhan TEL di kilang Pertamina, Octel menjadi pemasok TEL yang disetujui Suroso dengan rincian US$10,75 per metrik ton untuk total 307 metrik ton sesuai memo tanggal 17 Februari 2005. Selain itu, perusahaan tersebut menjadi pemasok sebanyak 287 metrik ton dengan harga US$10,75 dengan total 286 metrik ton melalui memo pembayaran tanggal 6 April 2005. 
 
Pada pembelian selanjutnya 20 April 2005, Pertamina membeli 704 metrik ton TEL seharga US$7,56 per metrik ton. Kemudian Pertamina membeli kembali TEL melalui PT SI kepada Octel sebanyak 1.224 metrik ton dengan harga satuan US$10,75. Terakhir, pembelian sebanyak 1.332,59 metrik ton senilai US$14,32 pada 5 September 2005.
 
Willy sebelumnya telah divonis tiga tahun penjara, sedangkan Suroso divonis lima tahun penjara pada tahun 2015. 
 
cnn/radarriaunet.com