RADARRIAUNET.COM - Ibarat main tepok bulu, kok sudah dismes penyidik Polda Metro Jaya ke arah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Bagaimana-bagaimananya kasus kematian Wayan Mirna Sahilin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, kini ada di pundak Kejati DKI.
Kejati DKI, sesuai Pasal 25 KUHAP, punya waktu 20 hari sejak berkas Jessica dinyatakan lengkap atau P21 untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kalau masih kurang, Kejaksaan dapat tambahan waktu 30 hari lagi.
"Berkas secepatnya dilimpahkan ke Pengadilan. Namun, penentuan sidang tunggu penetapan hakim," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Waluyo kepada Metrotvnews.com, beberapa waktu silam.
Ada jalan panjang sebelum berkas Jessica dinyatakan komplet. Berkas sempat empat kali bolak balik dari Polda Metro ke Kejati DKI. Berkas baru dinyatakan genap pada pelimpahan kelima.
Berkas Jessica kali pertama dialung dari Mapolda Metro ke Kejati DKI pada 18 Februari. Enam hari berselang Kejati DKI mengembalikan berkas itu ke Mapolda Metro karena tidak lengkap.
Demikian pula nasib BAP Jessica yang dikirim Polda Metro pada 21 Maret, 22 April, dan 18 Mei. Semuanya dikembalikan lagi oleh Kejati DKI. Baru pada Kamis, 26 Mei, Kejati DKI menyatakan berkas mantan karyawan NSW Ambulance, Australia, itu P21.
"Kemungkinan sidangnya bulan depan (Juni)," kata Aspidum Kejati DKI M. Nasrun. Kapan tanggalnya, Nasrun belum tahu. Tapi, umumnya 14 hari setelah perkara dinyatakan P-21.
Kabar kematian Mirna mulanya ramai di media sosial. Pengantin baru berusia 27 tahun itu menemui ajal usai menyeruput kopi bersama dua temannya, Jessica Kumala Wongso dan Hani, di sebuah kedai di Mal Grand Indonesia.
Mirna meninggal di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat, 6 Januari 2016. Sebelum dibawa ke rumah sakit, Mirna sempat kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Belakangan diketahui kopi di cangkir Mirna diduga mengandung sianida.
Jessica langsung jadi sorotan. Sebabnya, dia yang memesankan kopi buat Mirna. Perempuan 27 tahun itu memang datang ke Olivier Cafe, tempat ketiganya kongko, 45 menit lebih cepat dari Mirna dan Hani.
Setelah 23 hari diselidiki, akhirnya Jessica benar menjadi tersangka. Alumnus Billy Blue College, Sydney, Australia, itu ditangkap pada 30 Januari, di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, dan langsung ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Pada 30 Januari, Jessica menjalani 20 hari masa penahanan pertama. Pada 18 Februari, masa penahanannya ditambah 40 hari dan ditambah lagi 30 hari. Pada 29 April, masa penahanan Jessica digenapkan 120 hari.
Pengacara Jessica Hidayat Boestam mengatakan, kliennya ditahan begitu lama dan berkasnya mondar-mandir dari Polda Metro ke Kejati DKI karena kepolisian tak punya bukti buat menjerat Jessica. Tak ada petunjuk Jessica-lah penabur sianida di kopi Mirna.
Optimistis sempat memayungi Jessica. Soalnya, sampai lima hari sebelum masa penahanannya komplet 120 hari, Kejati DKI belum memutuskan apakah berkasnya lengkap atau tidak. Kalau tidak, teman kuliah Mirna dan Hani itu berhak dibebaskan demi hukum meski statusnya tetap tersangka.
Angin berubah. Dua hari sebelum masa penahanan Jessica usai pada 26 April, Kejati DKI menyatakan berkas Jessica P21. Akhirnya, alih-alih dibebaskan demi hukum, Jessica justru dikirim ke Rutan Pondok Bambu.
Bahaya Sianida
Mirna diketahui meninggal karena ada tiga gram zat sianida di dalam tubuhnya. Padahal, ambang batas tubuh manusia dewasa bisa menolerir zat itu di dalam tubuh hanya 200 miligram sampai 300 miligram.
Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, sianida adalah zat beracun. Bila masuk ke dalam tubuh, zat itu bisa menyebabkan kematian hanya dalam hitungan menit.
"Hidrogen sianida adalah cairan tak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air," kata Tjandra.
Hidrogen sianida sangat mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Dalam dosis kecil, sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan dari tubuh.
Beda halnya jika terpapar dalam dosis besar, akibat yang ditimbulkan fatal. Tubuh tidak akan mampu mengeluarkan zat tersebut.
Keracunan sianida berakibat buruk pada sistem kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak, sistem pernapasan, serta sistem susunan saraf pusat. Sistem endokrin biasanya juga akan terganggu pada keracunan kronik sianida.
"Kematian terjadi jika sianida sudah mengikat bagian aktif enzim sitokrom oksidase yang mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobic serta gangguan respirasi seluler," ungkap Tjandra.
Tjandra kembali mengatakan, awal keracunan sianida ditandai dengan meningkatnya frekuensi pernapasan, nyeri kepala, sesak napas, perubahan perilaku seperti cemas, agitasi, gelisah, berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, dan tubuh terasa lemah. Pada beberapa kasus, orang yang keracunan sianida juga mengalami vertigo.
Sementara, kondisi yang mengindikasikan racun sudah bekerja dalam tingkat parah ditandai dengan tremor, aritmia, kejang-kejang, koma, ada penekanan pada pusat pernapasan, gagal napas sampai henti jantung.
Mtvn/radarriaunet.com