RADARRIAUNET.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengakui bahwa aspek eksekutor hukuman kebiri yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perlindungan Anak masih menjadi perdebatan. Perdebatan tersebut didasari kabar adanya sejumlah dokter yang enggan menjadi eksekutor.
Yasonna mengatakan dokter memiliki fungsi untuk menyembuhkan orang bukan malah sebaliknya, dan itu juga menjadi sumpah profesi dari para dokter.
"Teknisnya memang menjadi perdebatan karena dokter kan menyembuhkan bukan memberi rasa sakit," ujar Yasonna saat ditemui di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (26/5).
Menurut Yasonna, tugas dan fungsi dokter tersebut memang menjadi perdebatan tapi pada akhirnya dokter juga merupakan warga negara yang harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Di beberapa negara lain, lanjut Yasonna, banyak negara yang melakukan eksekusi mati dengan metode suntik mati yang biasanya itu dilakukan oleh para dokter. Contoh seperti itu dianggap Yasonna bisa juga diterapkan di Indonesia, hanya saja kondisinya bukan eksekusi mati melainkan hanya hukuman kebiri.
"Jadi saya kira kalau perintahnya hukum ya mereka tak bisa mengelak dari itu karena itu merupakan perintah hukum dan semua harus patuh," ujarnya.
Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu ini akan segera dikirimkan dan dimintakan persetujuan DPR dalam waktu dekat.
Jokowi mengatakan, Perppu ini dikeluarkan menyusul meningkatnya secara signifikan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini.
Perppu ini memuat pemberatan dan penambahan hukuman. Mulai dari hukuman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati.
Penambahan pidana seperti kebiri kimia, pengungkapan identitas, dan pemasangan alat deteksi elektronik pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Keputusan Akhir di Tangan Hakim
Perppu Perlindungan Anak yang di dalamnya memuat kebiri sebagai hukuman tambahan masih diperdebatkan apakah itu memang perlu diterapkan di Indonesia atau tidak. Hanya saja, keputusan akhir mengenai vonis hukuman kebiri tetap ada di tangan hakim.
Yasonna mengungkapkan majelis hakim di pengadilan tak akan sembarangan dalam menjatuhkan vonis hukuman kebiri itu. Pasti akan ada beberapa aspek lain yang dipikirkan majelis hakim sebelum memvonis para terdakwa.
"Hukuman itu terserah hakim dan hakim tak akan sembarangan dalam menjatuhkan hukuman itu," ujarnya.
Aspek pertama yang mungkin akan menjadi pertimbangan hakim adalah berapa kali terdakwa itu terlibat kasus asusila. Jika terdakwa sudah sangat sering berurusan dengan kasus asulisa maka bisa saja hukuman tambahan itu dibebankan padanya.
Namun begitu, Yasonna menegaskan sifat dari hukuman kebiri itu hanyalah hukuman tambahan dan yang penting tetaplah hukuman pokoknya.
Seandainya majelis hakim menganggap hukuman pokok kurang memberikan efek jera maka hukuman tambahan bisa saja diberikan.
"Mungkin bisa ditambah dengan pendeteksi elektronik atau memang harus ditambah suntikan kebiri. Itu keputusan hakim," kata Yasonna.
CNN/radarriaunet.com