Pekanbaru: Penyidik dari Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (Gakkum KLHK RI) melakukan pengumpulan data baru-baru ini dari kantor perkebunan milik Asiong yang berada di Kawasan hutan SM Balai Raja, Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Rabu 16/8 siang.
Sebagaimana diketahui Kedatangan Penyidik Gakkum KLHK RI ini langsung didampingi oleh Kasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah III Propinsi Riau MB. Hutajulu. Tampak mereka melakukan peninjauan dan pengumpulan data serta keterangan bukti-bukti terkait perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memiliki luas lahan ratusan hingga ribuan hektar di dalam kawasan Hutan Suaka Marga Satwa Balai Raja di Kecamatan Pinggir.
Dari pantauan awak media dilapangan, Tim Gakkum KLHK RI tampak langsung melakukan pendataan disalah satu kantor perkebunan sawit yang berada di dalam Kawasan Hutan SM Balai Raja. Yakni kebun yang sering disebut warga milik Asiong di wilayah Desa Pinggir Kecamatan Pinggir.
Eduward Hutapea selaku Kepala Gakkum KLHK wilayah II Sumatera, ketika dikonfirmasi awak media melalui sambungan selulernya (16/08/2017) membenarkan bahwa adanya Tim Gakkum yang turun ke wilayah Hutan SM Balai Raja.
"Turunnya teman teman kelapangan tidak lain adalah untuk mengumpulkan data dan keterangan terkait perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang berada didalam kawasan SM Balai Raja. Dan bilamana nantinya ada bukti-bukti yang menyalah, tentunya ada sanksi yang akan kita keluarkan dan tentunya sesuai dengan arahan pimpinan kita. Dan yang turun tadi, dua orangnya merupakan penyidik Gakkum KLHK RI,"papar Eduward Hutapea.
Sementara Kasi BBKSDA wilayah III Propinsi Riau, MB. Hutajulu usai pendataan di Kebun milik Asiong kepada awak media mengatakan bahwa timnya hanya sebatas pendampingan.
"Tim kita hanya mendampingi teman-teman dari Gakkum KLHK melakukan pendataan ini. Ya..apa pun itu hasilnya dan putusannya, bukan wewenang saya. Sebelumnya kita juga sudah menyurati seluruh pemilik pemilik lahan yang luas di dalam kawasan Hutan SM Balai Raja, "tutup MB. Hutajulu.
Petugas Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (Gakkum KLHK) Republik Indonesia melalui seksi Gakkum wilayah II Riau dinilai tak serius dalam menangani kasus Kebun Asiong yang masuk dalam kawasan Hutan Suaka Marga Satwa Balai Raja yang berada di Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau.
Pasalnya, sejak pihak petugas Gakkum KLHK seksi wilayah II Riau melakukan pendataan dikantor perkebunan yang sering disebut masyarakat seputaran Kecamatan Pinggir Kebun "Asiong" bulan lalu, hingga hari ini hasil dari proses Gakkum KLHK dikawasan Hutan Suaka Marga Satwa Balai Raja tersebut belum ada kejelasan kasusnya.
Sementara Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Propinsi Riau, Dr.Ir.Mahfud Mp, ketika dikonfirmasi awak media melalui sambungan selulernya, Jumat malam 06 Oktober 2017 mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pendataan dan sudah menyerahkan keseksi penegakan hukum wilayah 2 di Pekanbaru.
"Penegakan hukum sekarang sudah ada di direktorat jenderal gakum. Sambil menunggu proses, kami tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan mulai melakukan rehabilitasi secara bertahap terutama untuk pakan gajah dan tanaman hutan. Dan harapan kita semoga berhasil. Jelasnya kita tunggu langkah gakumnya dari balai gakum, dan bukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). KSDA hanya menyampaikan datanya, "jelas Kepala BBKSDA Propinsi Riau.
Sementara Kasi Gakkum KLHK wilayah II Propinsi Riau Eduwar Hutapea, ketika dikonfirmasi awak media melalui sambungan selulernya, Sabtu 07 Oktober 2017 juga mengatakan bahwa masih menunggu arahan dari Jakarta sesuai surat edaran menteri LHK bahwa KSDA melakukan penyidikan pada kawasan hutan yang harus dilindungi."Disatu sisi kebetulan untuk kami digakkum sedang overload juga, tapi yang jelas itu ditangani, dan hanya memang butuh waktu, "papar Eduwar Hutapea.
Terkait Hutan SM Balai Raja, ini Penjelasan Kasi Gakkum KLHK Wilayah II Riau terkait persoalan penegakan hukum di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Balai Raja yang berada di wilayah Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis, Kasi Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah II Propinsi Riau, Eduwar Hutapea, menyampaikan bahwa Gakkum belakangan ini terbentuk, sementara persoalan kawasan Hutan SM Balai Raja yang dikelola oleh oknum pengusaha secara nonprosedural sudah bertahun-tahun lamanya.
Hal tersebut disampaikan Eduwar Hutapea beberapa waktu lalu saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan selulernya. Katanya saat dikonfirmasi, persoalan kawasan seperti di SM Balai Raja sudah lama terjadi, dan seolah-olah ini salahnya Gakkum."Jika hanya kirim peringatan dan lapor sana-sini, bentuk tanggungjawab pemangkunya (BKSDA/Balai Konservasi Sumber Daya Alam, red) gimana?", ujar Eduwar Hutapea.
"Kenapa hanya Balai Raja?. Tidak saja kawasan SM Balai Raja, faktanya memang hampir pada semua kawasan konservasi dan lindung khususnya di Riau baik Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Hutan Lindung, kita menemukan adanya bangunan/sarana yang belum dilengkapi legalitas kepemilikan/penggunaan kawasan yang sah. Padahal dikelola/dikuasai oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Sebagai contoh adanya jaringan jalan, kantor pelayanan dan lain lain. Bahkan diantaranya milik BUMN seperti PLN. Ini menjadi persoalan dan saya kira tidak saja persoalan penegakan hukum, tapi pertanyaan mendasar bagaimana itu bisa terjadi selama berpuluh tahun?, "papar Eduwar Hutapea kemudian.
Masih keterangan Eduwar, Penegakan hukum tentunya bicara aturan. Tapi ada sejarah penguasaan lahan, seperti terbitnya surat kepemilikan, misalnya surat keterangan tanah (SKT) atau SHM serta kronologi pendudukan yang sudah relatif lama.
"Maka menjadi sulit kemudian kita menelusuri jalan keluarnya. Disitulah saya kira tidak semua kasus ini harus diselesaikan dengan proses pengadilan. Ini yang mungkin butuh pemikiran semua pihak dan kebijakan penerintah. Jika melihat belakangan muncul skema perhutanan sosial itu juga salah satu skema penyelesaian meskipun masih dalam proses, "papar Eduwar kemudian.
Heru: Penanganan Kawasan Hutan SM Balai Raja Hadapi Kepentingan Besar
Penanganan penataan kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja yang berada di Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau oleh pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Propinsi Riau agar sesuai sebagaimana yang tertuang di berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia terkait kehutanan, sepertinya menghadapai kepentingan besar. Dan sangat membutuhkan proses.
Demikian dikatakan Kasi BBKSDA Propinsi Riau Wilayah II Heru, ketika dikonfirmasi melalui sambungan selulernya, Sabtu 28 Oktober 2017, terkait kawasan hutan SM Balai Raja yang diduga dikelola oleh para pengusaha secara nonprosuderal, serta terkait berbagai perijinan terkait adanya bangunan gedung sarang burung walet diduga milik para pengusaha pengelolah kawasan Hutan SM Balai Raja tersebut.
Kata Heru saat dikonfirmasi, Aturan yang tertuang di dalam Undang-undang jelas dan sangat baik. " Sejauh yang saya ketahui, pihak Polda juga mau masuk. Ya...kendalanya di mana kita tidak paham. Namun untuk kawasan Hutan SM Balai Raja seperti menghadapi kepentingan besar. Jelasnya semua butuh proses, anggaran, sumber daya manusia (SDM) yang baik, dan dukungan serta keseriusan dari semua pihak, "jelas Heru.
Masih kata Heru, intinya kalau terkait dengan perijinan, seluruh aktifitas dan bangunan yang ada dalam kawasan yang tidak memiliki ijin, berarti itu adalah aktifitas dan bangunan Ilegal. Terkait masalah penegakkan hukumnya, itu keseluruhan sudah berada di pihak Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Terkait data-data keseluruhannya sudah kita serahkan kepihak Gakkum KLHK, "papar Heru kemudian.
Sementara Kepala BBKSDA Propinsi Riau, Mahfud, melalui pesannya singkatnya melalui aplikasi WhatsApp menyampaikan, secara perlahan mereka akan melakukan penataan.
"Memang perlu waktu mulai dari perencanaan kawasannya. Kawan-kawan sedang mendata. Terkait pengusaha, datanya memang sudah ada di Gakkum LHK, "ujar Mahfud.
Sebagai informasi tambahan ada kepemilikan ratusan hektar kebun sawit di Putat diduga tidak prosedural lahan perkebunan kelapa sawit seluas lebih kurang 800 hektare milik mantan seorang anggota Polri bernama Miolek warga Dumai yang berada di kepenghuluan Putat kecamatan Tanah Putih, Rohil patut diduga tidak memiliki izin dari pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hilir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan.
Dari pantauan beberapa awak media dilapangan Selasa (29/12) terlihat kebun sawit milik Miolek ini sudah berumur lebih kurang lima tahun dan sudah berproduksi atau berhasil dipanen. Informasi yang dihimpun dari warga sekitar yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kebun itu tidak atas nama perusahaan melainkan atas nama pribadi, sementara luas areal kebun ratusan hektare.
"Kita berharap pihak Disbun dan Disnaker Rohil bisa turun kelapangan untuk mengecek keberadaan kebun ini,"jelasnya. Saat berada dilokasi kantor dan perumahan karyawan kebun Miolek, awak media ingin meminta keterangan dari salah satu Asisten kebun bernama Sitorus, namun tidak ada ditempat." Bapak Torus lagi dilokasi pak," ujar salah satu krani wanita yang sedang menulis saat itu. Ingin mengetahui legalitas kebun ini lebih jauh, salah satu rekan wartawan menghubungi pihak kepenghuluan Putat melalui telepon, namun tidak aktif. Sementara itu, camat Tanah Putih Suryadi SE ketika dihubungi melalui telepon genggamnya mengakui bahwa benar kebun sawit tersebut memang atas nama pribadi. "Setau saya memang kebun itu tidak atas nama Perusahaan,"terangnya.
Demikian juga dikatakan Legimin, warga Manggala KM 25 kecamatan Tanah Putih bahwa benar kebun tersebut milik pribadi dan bukan perusahaan." Tentang lahan Miolek saya tidak mengetahui dengan jelas, berapa luas sebenarnya lahan itu, jelasnya dan sempat menolak agar nama dan keterangannya tidak dimuat di media," nanti jadi tak enak sama bapak itu," ujarnya.
Dalam perjalanan keluar dari kebun Miolek, salah satu warga tempatan menginformasikan lagi hal yang sama ada pemilik lahan kebun sawit pribadi lebih kurang 700 hektare atas nama Asiong warga Asahan Sumut yang berada di Dusun Manggala IV Kepenghuluan Sekeladi Kecamatan Tanah Putih, juga diduga tidak memiliki izin dari pemerintah dalam hal ini Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hilir.
Lebih parah lagi, informasi yang dihimpun pengupahan karyawan atau buruh pekerja kedua pemilik kebun itu tidak sesuai dengan peraturan tentang tenaga kerja, tempat tinggal karyawan yang tidak layak, penerangan lampu pada malam hari terbatas, dan sistim pengupahan yang tidak sesuai dengan UMR maupun UMK yang sudah ditetapkan.
Kembali kepada soal TIM Gakum Wilayah II Sumatra dari pantauan awak media dilapangan sampainya tim di perkebunan sawit milik Asiong, tim melakukan pengecekan lokasi dengan menggunakan pesawat kecil untuk memantau lokasi perkebunan. Usai melakukan pemantauan tim kehutanan juga masuk kekantor perkebunan milik asiong bersama karyawan kebun sekaligus melayangkan beberapa pertanyaan dan melihat beberapa dokumen.
Usai mengumpulkan keterangan dari beberapa orang karyawan kebun dan mengambil dokumentasi, tim kehutanan kemudian meninggalkan perkebunan milik Asiong.
Kepala seksi Gakum wilayah II Sumatra Eduward Hutapea ketika dikomfirmasi media terkait turunnya TIM Kehutanan diperkebunan Milik Asiong mengatakan "turunnya tim kelapangan karna adanya laporan dari BKSDA Provinsi Riau tentang kawasan SM Balai Raja yang diduga dijadikan perkebunan sawit oleh para pengusaha berskala besar.
Lanjutnya "Setelah tim dilapangan mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti kemudian data tersebut kita proses dan kita laporkan ke pimpinan kami, ungkap Edward.
Dilansir dari berbagai sumber media