Radar Riau: Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK telah melakukan penyegelan terhadap 27 lokasi perusahaan pemegang konsesi yang terbakar, sejak 3 s/d 26 Agustus 2019. Lokasi tersebut berada di lima provinsi, yaitu 4 konsesi di Riau, 1 konsesi di Jambi, 1 konsesi di Sumatera Selatan, 17 konsesi di Kalimantan Barat, dan 4 konsesi di Kalimantan Tengah, dengan total areal yang disegel seluas 4.490 hektare.
“Saat ini, kami juga telah menyegel lahan seluas 274 hektare di Kalimantan Barat, dan kini tengah dilakukan proses penyidikan terhadap 1 orang tersangka (UB). Penyidikan juga dilakukan terhadap 3 perusahaan yaitu PT. SKM dengan luas terbakar 800 hektare, PT. ABP dengan luas terbakar 80 hektare, dan PT. AER dengan luas terbakar 100 hektare. Semuanya berlokasi di Kalimantan Barat. Sehingga jumlah penyidikannya ada 4 kasus. Jumlah ini masih akan bertambah karena tim di lapangan tengah melakukan proses pengumpulan bahan keterangan atau pulbaket terhadap 24 perusahaan lain,” tutur Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, saat Media Briefing di Media Center KLHK di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Menurut data Dirjen Penegakan Hukum LHK yang di release kepada sejumlah awak media nasional dan lokal, khusus empat perusahaan konsesi di Provinsi Riau yang lokasinya disegel, yaitu PT SRL, PT RAPP, PT TKP, dan PT GSM.
Menurut Rasio Ridho, upaya lain yang dilakukan Ditjen Penegakan Hukum LHK yaitu telah menyampaikan surat peringatan terkait karhutla kepada 210 perusahaan, dan sedang dalam proses pengiriman kepada 27 perusahaan, serta telah dilakukan pengawasan secara khusus terhadap 11 perusahaan.
Rasio Ridho menyampaikan sejak 2015 capaian penegakan hukum karhutla yaitu berupa pengawasan terhadap 168 perusahaan, 65 Sanksi Administrasi, 325 Surat Peringatan, 17 gugatan/upaya hukum perdata dan 9 diantaranya telah inkracht senilai Rp3,15 triliun, 5 kasus dalam proses pengadilan, 3 kasus dalam penyusunan gugatan, 75 Fasilitasi Jaksa/Polri, dan 4 Pidana (P-21).
Pada kesempatan tersebut, Plt. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Raffles B. Pandjaitan, menyampaikan sejumlah upaya pengendalian karhutla yang telah dan sedang dilakukan, diantaranya pemadaman darat dan udara, penguatan sarana dan prasarana karhutla, penguatan keteknikan pencegahan karhutla, pelatihan dan pembentukan brigade pengendalian karhutla di tingkat tapak, pembentukan dan pembinaan Masyarakat Peduli Api (MPA), hingga penanganan pasca karhutla.
Sebagai pencegahan, upaya yang dilakukan di antaranya sosialisasi, patroli rutin dan terpadu, penyampaian informasi peringatan dan deteksi dini data hotspot melalui laman sipongi.menlhk.go.id, dan pengurangan resiko karhutla melalui pemanfaatan bahan bakaran.
Raffles menyampaikan, pengendalian karhutla yang efektif yaitu dengan memperbanyak aksi pencegahan di tingkat tapak, yang dilakukan dengan sinergi semua pihak.
“Perjuangan tim Manggala Agni, BPBD, TNI, Polri dan Masyarakat Peduli Api (MPA) dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan kadang juga harus mengorbankan jiwa dan raga. Saudara kami yang berjuang di lapangan bahkan ada yang meninggal dan diamputasi kakinya karena kecelakaan saat bertugas,” ujarnya.
Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian karhutla tersebut merupakan implementasi arahan Presiden RI Joko Widodo saat Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019 di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Terdapat 4 atensi Presiden yang disampaikan kepada peserta rakornas karhutla 2019 di Istana Negara tersebut. Pertama, memprioritaskan pencegahan melalui patroli dan deteksi dini. Kedua, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah dan buat embung tahan kemarau yang tidak mengering saat kemarau. Ketiga, segera mungkin padamkan bila ada api dan lakukan pemadaman sebelum api menjadi besar. Keempat, langkah penegakan hukum yang sudah baik dan terus ditingkatkan serta konsisten.
Terpisah, koalisi masyarakat peduli lingkungan Eyes of Forest (Eof) merilis laporan investigasi tujuh perusahaan yang diduga tak mengindahkan peraturan perlindungan dan pemulihan gambut. Padahal, ketujuh perusahaan tersebut pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI).
Tujuh perusahaan HTI patut diduga tak mengindahkan peraturan perlindungan dan pemulihan gambut. Padahal, ketujuh perusahaan tersebut pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI).
Ketujuh perusahaan tersebut yakni, PT Sumatera Riang Lestari Blok IV-Pulau Rupat, PT Sumatera Riang Lestari Blok III-Kubu, dan PT Satria Perkasa Agung, PT Sakato Pratama Makmur-distrik Humus, PT Sakato Pratama Makmur-distrik Hampar, PT Bukit Batu Hutani Alam, dan PT Rimba Rokan Perkasa.
"EoF (Eyes of Forest) melakukan survei konsesi HTI dengan pesawat kecil tanpa awak atau drone dan langsung dari lapangan, kurun Juli hingga Desember 2018. Konsensi HTI yang disurvei EoF mencakup 12 persen dari total luas lahan gambut berkategori fungsi lindung ekosistem gambut (FLEG) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," ujar Editor EoF Afdhal Wahiddin dalam pemaparannya kepada awak media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2019.
Temuan yang mencengangkan yakni tiga dari tujuh konsesi pernah menjadi tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dilaporkan oleh KLHK pada 2013 dan 2014. Ketiga perusahaan itu ialah PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Sakato Pratama Makmur, dan PT Sumatera Riang Lestari Blok IV-Pulau Rapat.
"Namun hingga kini tak satupun kasus tersebut naik ke pengadilan," ujar Afdhal.
Dalam investigasinya, EoF mencatat kurang ada upaya dari perusahaan yang berafiliasi dalam memulihkan lahan gambut yang berfungsi lindung sebagaimana ditetapkan KLHK dan Badan Restorasi Gambut (BRG). EoF juga menemukan lima perusahaan yang diduga melanggar Peraturan Menteri LHK Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut.
Kelimanya ialah PT Sumatera Riang Lestari Blok IV-Pulau Rupat, PT Satria Perkasa Agung, PT Sakato Pratama Makmur-distrik Humus, PT Sakato Pratama Makmur-distrik Hampar, dan PT Bukit Batu Hutani Alam.
Temuan lainnya, PT Sumatera Riang Lestari diduga melanggar Pasal 8 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Perusahaan tidak melindungi area konsesi HTI dari penanaman kebun sawit oleh pihak luar yakni warga, investor, dan spekulan lahan.
"Selain itu kurangnya supervisi pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan ini terkait ketidakpatuhan pada peraturan berlaku. Juga kurangnya upaya pemulihan oleh KLHK sendiri di satu konsesi (PT Rimba Rokan Perkasa) yang izinnya sudah dicabut sebagai pemasok industri kertas pada 2016," ujar Afdhal.
EoF merupakan koalisi organisasi yang terdiri atas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), dan WWF-Indonesia. Koalisi ini juga menyerukan agar semua pihak serius melakukan restorasi gambut.
Upaya ini guna menghindari karhutla di Riau yang terjadi pada 2015. Peristiwa ini menghanguskan lebih dari lima ribu hektare lahan. Dampaknya, puluhan ribu masyarakat terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan lebih dari 100 ribu orang mengalami kematian prematur.
RRN/MC