Pekanbaru: Mantan anggota DPRD Bengkalis, Hidayat Tagor Nasution, diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan berlangsung di Markas Brimob Polda Riau, dilansir jawapos.com Kamis Januari 2019.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan, Hidayat Tagor diminta keterangannya sebagai saksi dalam perkara korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Bengkalis tahun 2013-2015. "Saksi merupakan anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014," sebutnya.
Hidayat merupakan saksi kelima yang diperiksa oleh lembaga antirasuah dalam sepekan ini. Keterangannya diperlukan, untuk penyidikan terhadap tersangka Hobby Siregar. "Pemeriksaan berlangsung sejak Senin hingga Kamis. Diperiksa untuk tersangka HS Direktur Utama PT MRC," kata dia.
Hidayat sendiri, saat ini berstatus sebagai narapidana. Ia terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan sosial di Pemkab Bengkalis yang merugikan negara Rp 31 miliar. Dia divonis hukuman 9 tahun penjara oleh Mahkamah Agung RI. Saat ini, dia ditahan di Lapas Klas II A, Pekanbaru.
Sebelum Hidayat, penyidik juga sudah memeriksa 4 saksi lainnya. Mereka semua berasal dari pihak swasta. Pemeriksaan yang dilakukan, berfokus pada pengetahuan para saksi terkait proses pelaksanaan proyek bersumber dari APBD Bengkalis tahun 2013-2015 tersebut.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait proses pelaksanaan peningkatan jalan," ujarnya.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan 2 orang sebagai tersangka yaitu, Muhammad Nasir dan Hobby Siregar. Nasir menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bengkalis. Sedangkan Hobby Siregar merupakan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction (MRC), selaku rekanan proyek.
Muhammad Nasir dan Hobby Siregar ditahan oleh KPK pada hari Rabu (5/12) 2018. Keduanya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) yang berbeda. Dimana, Muhammad Nasir ditahan di Rutan Guntur, dan Hobby Siregar ditahan di Rutan Salemba. Masa penahanan keduanya pun diperpanjang hingga 6 bulan kedepan.
Muhammad Nasir dan Hobby Siregar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah sejak tanggal 11 Agustus 2017. Dalam perkara ini, KPK masih terus melakukan penyidikan. Hal itu, dikarenakan, KPK mencium adanya keterlibatan pihak lain. Hal itu terbukti dari penyitaan uang sebesar Rp 1,9 miliar di kediaman Bupati Bengkalis, Amril Mukminin.
Penyitaan itu dilakukan penyidik KPK pada penggeledahan yang dilakukan hari Jumat (1/6) lalu. Tidak hanya uang, KPK juga membawa beberapa koper yang diduga berisi dokumen terkait proyek Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih.
Proyek jalan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih itu diketahui dikerjakan dengan menggunakan APBD Bengkalis dengan tahun jamak atau multiyears, yaitu dari tahun 2013-2015.
Saat proses penganggaran, orang nomor 1 di Kabupaten Bengkalis itu merupakan anggota DPRD Bengkalis. Amril sendiri telah menjalani pemeriksaan. Beberapa kali diperiksa, politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu masih berstatus sebagai saksi. Kini, oleh KPK, Amril dicekal untuk berpergian keluar negeri.
Selain Amril, proses pemeriksaan saksi juga dilakukan terhadap pihak lainnya. Seperti seorang kontraktor asal Jambi, H Ismail Ibrahim. Dia merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Merangin Karya Sejati.
Tidak hanya itu, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis juga pernah diperiksa. Salah satunya, mantan Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PU Kabupaten Bengkalis, Syarifuddin.
Hal yang sama juga dilakukan KPK terhadap beberapa anggota DPRD Bengkalis. Seperti, Wakil Ketua DPRD Bengkalis Kaderismanto, dan mantan anggota DPRD Bengkalis Suhendri Asnan. Keduanya merupakan kader PDI Perjuangan.
Dalam proses penyidikan, penyidik KPK melakukan sejumlah penggeledahan guna pengumpulan alat bukti. Penggeledahan dilakukan di Pekanbaru, dan Bengkalis.
Akibat perbuatan kedua tersangka, negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp 80 miliar dari anggaran sekitar Rp 495 miliar. Keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
RRN/jpc