Jakarta: Bicara perkembangan smartphone tidak bisa terlepas dari internet yang menjadi jiwa dari perangkat elektronik tersebut. Tanpa internet smartphone tidak akan berbeda dari ponsel masa lampau yang hanya bisa digunakan untuk menelpon saja atau berkirim pesan.
Internet di smartphone hadir dengan teknologi nirkabel melalui sinyal seluler. atau mobile broadband. Metode ini juga memungkinkan perangkat nirkabel lain menerima terhubung internet. Padahal, internet pertama kali hadir memalui sebuah kabel atau yang kini disebut sebagai fixed broadband.
Terlintas pertanyaan, apakah internet kabel atau fixed broadband yang saat ini hadir menggunakan kabel fiber optik akan ditinggalkan? Medcom.id sempat mengajukan pertanyaan ini kepada perusahaan lokal penyedia layanan internet Biznet.
"Setiap teknologi punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Fixed broadband punya kelebihan yang tidak dimiliki mobile broadband. Jadi tidak akan ditinggalkan, justru masih tetap dibutuhkan dan saling melengkapi," ungkap Presiden Direktur Biznet Network (PT Supra Primatama), Adi Kusma seperti sitat medcom.id.
Biznet sendiri didirikan pada tahun 2000, menurut cerita Adi. Berawal dari hanya 10 tenaga kerja, dan kini sudah 2.600 karyawan dengan jumlah kantor yang mencapai 100 kantor di seluruh Indonesia. Sebagai perusahaan lokal yang masih terbilang muda, ekspansi Biznet sudah besar.
"Dulu hanya Jakarta dan di sekitar tahun 2011 kita sudah menjangkau kota-kota besar di Indonesia. Paling banyak masih Pulau Jawa dan Bali. Terbanyak kedua di Pulau Sumatera sementara Pulau Kalimantan dan Sulawesi masih baru," jelas Adi.
Disebutkan Adi bahwa fixed broadband menyediakan kecepatan internet lebih tinggi dan sesuai kebutuhan internet yang masif. Tingkat latensi juga lebih rendah. "Bisa saja mengandalkan internet nirkabel atau mobile broadband,tapi pasti kecepatannya tidak sekencang fixed broadband," klaim Adi.
Dia mencontohkan kalangan bisnis yang konsumsinya lebih besar dibandingkan perumahan. Dia mengakui ini yang melatar belakangi Biznet selama ini dikenal sebagai penyedia internet untuk bisnis.
"Mungkin kita juga kurang exposure juga. Biznet memang baru beberapa tahun ini mulai agresif menyediakan internet kabel fiber ke kawasan pemukiman atau perumahan. Namun, kita juga sebetulnya sejak awal sudah menyasar pelanggan atau konsumen di pemukiman dengan cara berbeda," beber Adi.
Adi menceritakan Biznet memilikih menargetkan pemukiman yang baru dibangun, misalnya komplek perumahan yang sedang dibangun kontraktor. Hal ini yang juga membuat Biznet lebih menyasar kota-kota tier dua ketimbang kota besar.
"Pertumbuhan fixed broadband juga semakin tinggi. Semua pemukiman atau rumah pada akhirnya akan memilih menggunakan internet fiber optik. Anak sekolah saat ini saja sudah mengerjakan tugas sekolah membutuhkan internet," jelasnya.
Ditanya mengenai jumlah pendaftar baru per bulan di layanan Biznet, Adi mengibaratkan pertumbuhannya bisa sebanding dengan jumlah pasangan yang melakukan pernikahan atau melakukan pembelian tempat tinggal tiap bulannya.
Pada 1 Februari 2019 lalu Biznet telah berhasil menghubungkan kabel fiber antara Pulau Jawa dan Bali jalur utara dan selatan. Biznet tengah mempersiapkan pembangunan jaringan fiber di Pontianak untuk Pulau Kalimantan.
Terhitung 16 Mei 2019 kabel fiber Biznet telah menyambungkan 112 kota di Jawa-Bali. Pencapaian ini didukung panjang kabel fiber yang dimiliki Biznet di sepanjang Indonesia yang sudha mencapai 32.000 kilometer. Selain menyediakan jaringan fixed broadband, Biznet juga sudah memiliki layanan data center, dan televisi internet berbayar.
Tantangan yang dihadapi Biznet terkait ekspansi layanannya diakui Adi adalah pembangunan jaringan kabel mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Namun, regulasi disebut menjadi tantangan utama dalam setiap ekspansi ke kota baru.
"Regulasi dari pemerintah pusat mengizinkan kita menyediakan layanan di kota-kota, tapi regulasi pemerintah daerah berbeda beda untuk membangun infrastruktur kabel fiber optik. Tergantung pemimpin daerahnya, kalau dia melek teknologi, dia akan sangat mendukung," ungkap Adi.
"Mereka yang melek ini menyadari bahwa internet bisa membantu masyarakatnya termasuk petani di kota-kota tier dua tadi mengakses e-commerce untuk memasarkan produknya langsung, dan lain-lain yang selama ini tidak bisa dilakukan dari desa," jelasnya.
RRN/MI