Ahad, 14 Juni 2015|21:43:20 WIB
Jakarta (RR) - Tak sedikit yang menyoroti kenerja para hakim kita. Bahkan ada yang menilai Hakim dalam lembaga peradilan dinilai sudah berubah wujud menjadi monster bagi para pencari keadilan. Lembaga hukum kini bukan lagi tempat mencari keadilan, tapi sebaliknya: tempat menghukum seseorang.
"Apakah masih ada keadilan di pengadilan. Keadilan sudah lenyap, hakim sudah menjadi monster," kata Firman Wijaya, pengacara Anas Urbaningrum, dalam diskusi dengan tema 'Artidjo: Mengadili atau Menghukum' di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2015) akhir pekan kemarin.
Firman mengatakan, keadilan adalah barang mahal untuk dicari di lembaga peradilan di Indonesia. "Kalau calon pencari keadilan masih minat mencari jalan (kasasi), tetapi kalau ternyata kasasi hanya menjadi tempat penghukuman, perlu ada alternatif baru mencari keadilan," tutur Firman.
Aggota Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Taufik Hidayat punya pandangan seragam dengan Firman. "Semua orang bisa menghukum, engga usah lembaga peradilan. Seharusnya peradilan memberikan keadilan bukan menghukum," kata dia.
Firman dan Taufik merujuk kasus Anas. Hakim MA menolak kasasi Anas dan justru memperberat hukumnya dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara. Anas diwajibkan pula membayarkan uang pengganti sebesar Rp5 miliar.
Anas juga diwajibkan lagi mengembalikan uang sebesar Rp57,5 miliar kepada negara dalam waktu satu bulan setelah putusan ini. Jika tidak, hukuman bui menantikan Anas akan ditambah sebanyak 4 tahun penjara.
Perubahan putusan ini dikeluarkan MA, karena Anas terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi dan money laundring. "Kasasi Anas sudah diputus, berubah putusannya. Menjadi 14 tahun. Alasannya terbukti tindak pidana korupsi dan terbukti money laundring," ujar juru bicara MA Suhadi.
Majelis berkeyakinan Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU TPPK jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU Nomor 25 Tahun 2003. (RR/mtvnc)