Senin, 26 Oktober 2015|13:46:00 WIB
RADAR BISNIS - Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) baru-baru ini mengirim surat kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman karena adanya kelangkaan pasokan jagung untuk kebutuhan pakan ternak di dalam negeri. Kebijakan pengendalian impor yang dilakukan Amran dinilai kebablasan hingga menyebabkan kelangkaan.
Dalam rapat dengan Kementan sebelumnya, GPMT mengusulkan kuota impor jagung sebanyak 500.000 ton untuk kebutuhan Oktober-November. Namun Mentan Amran hanya memberikan Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) untuk 250.000 ton jagung. Sampai saat ini Kementan belum berencana menerbitkan SPP lagi.
"Belum ada keputusan berapa yang diizinkan, kemarin hanya dikeluarkan (SPP) sekitar 250.000 ton. Keinginan industri (pakan ternak) masuk 250.000 ton lagi," kata Direktur Pakan Ternak Kementan Nasrullah dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Menurut perhitungan Kementan, produksi jagung di dalam negeri sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan untuk Oktober sampai akhir tahun ini, termasuk untuk pakan ternak, karena itu impor harus dikendalikan. Bila ternyata ada kekurangan pasokan, impor akan dilakukan oleh Perum Bulog agar terkendali, bukan oleh swasta. Sampai akhir tahun ini tidak akan ada lagi jatah impor jagung untuk swasta.
"Kan wajar saja, pemerintah harus mengendalikan impor dan pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan itu. Bulog adalah refresentatif dari pemerintah untuk mengatur jagung. Kalau masih ada kekurangan (pasokan), impor hanya akan dilakukan oleh Bulog," tandas Nasrullah.
Ia mengklaim bahwa pemberian kewenangan kepada Bulog untuk memonopoli impor jagung supaya terkendali ini sudah disepakati bersama oleh pemerintah dan GPMT pada 5 Oktober lalu.
"Mekanisme kenapa Bulog sudah diberi peran itu sudah kesepakatan bersama, dihadiri perwakilan GPMT juga. Terakhir kita rapat 5 Oktober 2015. Bahwa bila ada kekurangan stok, yang mengimpor Bulog. Nanti industri pakan ambil di Bulog," paparnya.
Nasrullah menyatakan bahwa penugasan yang diberikan kepada Bulog untuk memonopoli impor jagung dalam rangka pengendalian ini sudah sesuai dengan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) untuk aturan pelaksanaannya juga akan segera diterbitkan. Begitu Permentan terbit, izin impor jagung untuk Bulog bisa dikeluarkan.
"Payung hukumnya UU Pangan, kemudian kita masukan dalam Permentan. Permentan segera keluar," katanya.
Pihaknya menyatakan bahwa Bulog tidak mengambil untung sama sekali dari impor jagung ini. Hanya ada tambahan biaya sebesar Rp 10/kg untuk biaya pengecekan, penggunaannya pun akan dipertanggungjawabkan.
"Rp 10 itu bukan fee Bulog, itu biaya pengecekan dan pengendalian, itu kesepakatan forum, nanti dipertanggungjawabkan buat apa," katanya.
Sebagai informasi, impor jagung sampai hari ini tercatat sebanyak 2,5 juta ton. Sedangkan impor jagung sepanjang 2014 sebanyak 3,1 juta ton.
Kementan menyatakan pengendalian impor dilakukan untuk melindungi petani jagung di dalam negeri. Sejak pengendalian dilakukan pada Agustus lalu, harga jagung lokal melompat hingga Rp 4.200/kg dari tingkat normal sebesar Rp 2.800-3.200/kg.
(hen/hen/fn)