DPR Punya Tiga Opsi untuk Pengganti Peran SKK Migas
Opsi-opsi ini diperlukan untuk mengganti peran yang saat ini masih dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas terkait pengatur hulu migas. cnn

DPR Punya Tiga Opsi untuk Pengganti Peran SKK Migas

Rabu, 20 April 2016|23:34:41 WIB




RADARRIAUNET.COM - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan memiliki tiga opsi untuk menentukan peran pengatur hulu minyak dan gas (migas) yang rencananya dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Minyak dan Gas Bumi.
 
Anggota Komisi VII DPR fraksi Partai Golkar, Satya Yudha mengatakan opsi-opsi ini diperlukan untuk mengganti peran yang saat ini masih dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas). 
 
Menurut Peraturan Presiden (Perpres) no. 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, peran SKK Migas bersifat sementara sampai UU Migas baru terbit.
 
"Maka dari itu, manajemen migas di hulu harus ada aturannya. Nantinya badan seperti apa yang bisa melakukan pengaturan ini, sejauh ini kami di DPR memiliki empat opsi," tutur Satya di Jakarta, Rabu (20/4).
 
Opsi pertama adalah menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai pemegang kuasa pertambangan (mining rights) dan eksekutor kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC). Menurutnya, hal ini akan sama seperti dulu, di mana pengelolaan migas dilakukan perseroan melalui Badan Pengawasan Pengusahaan kontraktor Asing (BPPKA).
 
"Namun ini nanti akan memberikan Pertamina kekuatan yang berlebihan. Dan kewenangan ini kan di atas UU no. UU no. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," jelasnya.
 
DPR, tambahnya, juga punya opsi lain yaitu masih menempatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemilik mining rights, namun kontrak PSC dilakukan oleh BUMN Khusus. Dengan hal ini, menurutnya, proses tender dan pengawasan bisa dilakukan oleh satu institusi khusus tersebut saja.
 
"Namun kalau hal itu diserahkan ke BUMN, apakah pantas sebuah badan usaha diberikan kesempatan khusus untuk mengurus soal otoritas yang seharusnya dipegang Pemerintah? Apakah itu juga berlebihan? Ini yang masih jadi perdebatan," tambahnya.
 
Di samping itu, terdapat pula pilihan ketiga di mana mining rights masih dipegang oleh Kementerian ESDM, namun eksekusi kontrak dilakukan oleh Pertamina. Hal ini, jelasnya, juga sejalan dengan keinginan Pemerintah yang menginginkan Pertamina untuk mendapatkan keistimewaan (privillege) di dalam RUU Migas.
 
"Namun kembali lagi, privilege-nya Pertamina mau sampai sejauh apa? Apakah bisa diberi kewenangan ini? Apakah bisa langsung memperoleh Wilayah Kerja (WK) baru atas kontrak yang hangus? Itu juga masih perlu diatur," tambahnya.
 
Namun, perubahan manajemen hulu migas juga harus disertai komitmen akan evaluasi sistem PSC. Selama sistem itu tidak ditinjau ulang, Satya yakin pembahasan ini tak akan pernah selesai.
 
"Karena yang ada saat ini bukanlah kontrak, tapi ditinjau secara hukum, ini hanya izin (permit)," jelasnya.
 
Sebagai informasi, SKK Migas mulai melakukan tugasnya sejak tahun 2013 sebagai pengganti Badan Pengatur (BP) Hulu Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012. 
 
alx/ cnn






Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita EKONOMI

MORE

MOST POPULAR ARTICLE