Rabu, 12 Maret 2025|22:50:15 WIB
RadarRiaunet | Jakarta – Nama Febrie Adriansyah kembali mencuat dalam berbagai dugaan keterlibatan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dengan serangkaian perusahaan yang ia dirikan atau terlibat di dalamnya. Pengusaha yang dikenal memiliki jaringan luas di sektor kuliner dan industri lainnya, kini sedang dalam sorotan intens setelah penelusuran lebih lanjut mengungkapkan berbagai aliran dana mencurigakan serta hubungan dengan sejumlah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan ilegal.
Salah satu perusahaan yang terhubung dengan Febrie Adriansyah adalah PT. Declan Kulinari Nusantara, yang bergerak di sektor kuliner dengan membuka tiga restoran bertema Prancis di Jakarta, termasuk restoran Gontran Cherrier yang terletak di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Restoran ini menjadi sorotan ketika dikabarkan menjadi tempat penguntitan terhadap Febrie Adriansyah oleh pihak Densus 88 dalam operasi yang terkait dengan penyidikan kasus yang melibatkan dirinya.
Lebih lanjut, PT. Prima Niaga Intiselaras, perusahaan lainnya yang tercatat sebagai milik Febrie Adriansyah, menunjukkan tanda-tanda transaksi mencurigakan. Rekening perusahaan ini tercatat di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Pondok Indah dengan nomor rekening 101-00-1266824-8. Pada Februari 2024, saldo rekening tersebut terungkap memiliki dana sebesar Rp 26,4 miliar, menambah kecurigaan terhadap keterlibatannya dalam aktivitas keuangan yang tidak transparan.
Tak hanya itu, Febrie Adriansyah juga memiliki saham di beberapa perusahaan lain, seperti PT. Aga Mitra Perkasa, yang bergerak dalam industri minyak kelapa sawit. Perusahaan ini mencatatkan penghasilan yang signifikan dalam bisnis minyak mentah kelapa sawit dan inti kelapa sawit, yang turut berkontribusi pada jaringan bisnisnya yang luas.
Dalam bidang energi, Febrie terhubung dengan PT. Sebambam Mega Energy, yang tercatat juga melibatkan Agustinus Antonius, mantan Direktur Perencanaan dan Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan RI. Bahkan, pada 1 April 2024, terjadi perubahan kepemilikan saham di PT. Hutama Indo Tara, yang memasukkan Aga Adrian Haitara, putra pertama Febrie Adriansyah, sebagai pemegang saham. Aga Adrian Haitara yang menjabat sebagai Sales Brand Manager di PT. Pertamina Patra Niaga Cirebon, masuk dengan membawa 200 lembar saham perusahaan tersebut.
Sementara itu, PT. Blok Bulungan Bara Utama juga terungkap memiliki keterkaitan dengan Febrie Adriansyah, dengan adanya laporan yang mencatatkan perusahaan ini bergerak dalam perdagangan batu bara. Berdasarkan Akte Nomor 01 yang diterbitkan oleh Notaris Delny Teoberto pada 12 November 2021, perusahaan ini dimiliki oleh Jeffri Ardiatma (2500 lembar saham) dan Rangga Cipta (2500 lembar saham), yang disebut-sebut sebagai nominee atau gatekeeper yang ditunjuk oleh Febrie Adriansyah untuk mengamankan hasil tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pada 2022, perusahaan ini tercatat memiliki peredaran usaha senilai Rp 122 miliar, dengan dugaan aliran dana mencapai Rp 19 miliar yang disalurkan kepada Nurman Herin melalui pinjaman yang disamarkan. Tidak hanya itu, Jeffri Ardiatma bersama Ryanda Rachmadi, Purnawan Hardiyanto, dan Helmi juga mendirikan PT. Nukkuwatu Lintas Nusantara, sebuah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan batu bara dan tercatat memiliki peredaran usaha senilai Rp 99 miliar pada 2021, yang meningkat menjadi Rp 180 miliar pada 2022.
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kompak) kini mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil langkah tegas dalam mengusut dugaan keterlibatan Febrie Adriansyah dalam berbagai skandal korupsi yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut.
“Kami mendesak agar KPK tidak terpengaruh oleh intervensi apapun yang dapat menghambat proses hukum ini. Kasus ini harus diusut tuntas, dan KPK harus berani mengungkap siapa saja yang terlibat dalam jaringan bisnis ilegal ini,” tegas Ronald, juru bicara Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi.
Keterkaitan antara Febrie Adriansyah dan sejumlah perusahaan serta aliran dana yang mencurigakan menambah panjang daftar kasus yang harus diselidiki oleh pihak berwenang, yang diyakini dapat mengarah pada pengungkapan lebih lanjut mengenai skandal korupsi dan pencucian uang yang melibatkan sejumlah pihak berpengaruh.